Bisnis.com, JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir mengindikasikan terjadinya korupsi pada proyek mangkrak yang dikerjakan oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) di masa lampau yang membuat perseroan menumpuk utang hingga US$2 miliar.
Erick menyebut Krakatau steel punya utang US$2 miliar atau setara Rp31 triliun yang salah satunya berupa investasi US$850 juta kepada proyek blast furnace atau pengolahan bijih besi.
"Investasi US$850 juta kepada proyek blast furnace, yang hingga saat ini mangkrak, ini hal-hal yang tidak bagus. Pasti ada indikasi korupsi dan kami pasti kejar siapapun yang merugikan karena ini kembali penegakan hukum kepada bisnis proses yang salah harus diperbaiki," jelasnya, Selasa (28/9/2021).
Lebih lanjut, Erick menegaskan akan mengejar siapapun yang menyebabkan kerugian negara tersebut. Setelah kejadian itu, restrukturisasi KRAS pun sudah berjalan dengan baik.
Dia menegaskan pentingnya mempersiapkan program yang dikerjakan untuk restrukturisasi tersebut. Contohnya, langkah pertama restrukturisasi KRAS dengan membentuk subholding kawasan industri agar pengelolaan kawasan industrinya terintegrasi mulai dari pemenuhan kebutuhan air, lahan, hingga listrik dikelola perseroan.
"Dikelola secara profesional lalu kita IPO, supaya ada pendanaan baru untuk mencicil utang yang US$2 miliar tadi," urainya.
Baca Juga
KRAS terus melakukan pembenahan di seluruh lini dan aktivitas usaha. Adapun proses untuk membenahi Krakatau Steel merupakan usaha bersama dan membutuhkan waktu sedikitnya tiga tahun untuk melihat hasilnya.
Tren meningkatnya utang dimulai pada 2011 sampai dengan 2018. Akumulasi utang Krakatau Steel mencapai Rp31 triliun yang disebabkan beberapa hal salah satunya adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana.
Manajemen baru Krakatau Steel berhasil melakukan restrukturisasi utang pada Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.
“Proyek blast furnace diinisiasi pada tahun 2008 dan memasuki masa konstruksi pada tahun 2012, jauh sebelum saya bergabung di Krakatau Steel pada akhir tahun 2018. Manajemen saat ini sudah mendapatkan solusi agar fasilitas atau pabrik yang tadinya mangkrak bisa jadi produktif,” jelas Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim.
Silmy melanjutkan bahwa saat ini Krakatau Steel sudah memiliki dua calon mitra strategis, bahkan satu calon sudah menandatangani Memorandum of Agreement (MOA) dengan Krakatau Steel.
Satu mitra lagi sudah menyampaikan surat minat untuk bekerja sama dalam hal blast furnace. Artinya sudah ada solusi atas proyek blast furnace. Ditargetkan pada kuartal III/2022 akan dioperasikan.
“Pengoperasian blast furnace nantinya akan menggunakan teknologi yang memaksimalkan bahan baku dalam negeri yaitu pasir besi. Penggunaan pasir besi ini akan menghemat biaya produksi dan menurunkan impor bahan baku dari luar negeri yaitu iron ore,” tambah Silmy.
Semua upaya yang dilakukan ini didukung dengan manajemen yang bebas korupsi di mana Krakatau Steel sudah menerapkan ISO 37001:2016 sejak Agustus 2020 sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan KKN karena merupakan standar internasional.
“Kaitan adanya indikasi penyimpangan atau korupsi di masa lalu tentu menjadi perhatian manajemen. Fokus saya ketika bergabung adalah mencarikan solusi dan melihat ke depan agar Krakatau Steel bisa selamat terlebih dahulu,” ungkap Silmy.