Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cukai Rokok Tak Naik pada 2022, Saham Produsen Rokok Kompak Menguat

Hingga akhir sesi I pukul 11.30 WIB, mayoritas saham produsen rokok berhasil bergerak di zona hijau.
Ilustrasi - Buruh pabrik mengemas rokok SKT di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan
Ilustrasi - Buruh pabrik mengemas rokok SKT di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan

Bisnis.com, JAKARTA – Saham produsen rokok kompak menguat pada perdagangan Kamis (10/6/2021) seiring dengan rencana pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok pada tahun depan.

Hingga akhir sesi I pukul 11.30 WIB, mayoritas saham produsen rokok berhasil bergerak di zona hijau. Penguatan dipimpin oleh saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) yang naik 3,13 persen ke level Rp660 per saham.

Penguatan disusul oleh saham PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) yang naik 2,51 persen ke level Rp33.700 per saham, dan diikuti saham PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) yang naik 0,83 persen ke Rp1.210 per saham.

Tidak kalah, saham PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC) juga ikut menguat 0,4 persen ke level Rp500.

Namun, saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA) gagal mengikuti tren dan terkoreksi 2,14 persen ke level Rp274.

Adapun, penguatan saham produsen rokok seiring dengan kabar bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan menaikkan tarif cukai rokok pada 2022.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, otoritas fiskal tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang akan berlaku tahun depan.

Sebagai konsekuensinya, pemerintah hanya menyusun tarif ideal untuk melakukan penyesuaian terhadap harga jual eceran (HJE) produk hasil tembakau atau rokok. Adapun angka kenaikan HJE yang tengah dikaji saat ini adalah berkisar 10 persen—12,5 persen.

Pertimbangan utama otoritas fiskal tidak menaikkan tarif cukai rokok adalah karena angka kenaikan yang berlaku pada saat ini sudah cukup tinggi, yakni sebesar 12,5 persen dan HJE naik hingga 35 persen.

Sumber Bisnis yang dekat dengan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu mengatakan saat ini proses yang sedang berlangsung adalah kesepakatan tentang asumsi-asumsi makro antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Asumsi makro itu kemudian digunakan bersama untuk dasar Pidato Nota Keuangan dan acuan Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dari besarnya pagu anggaran tersebut kemudian dielaborasi menjadi target penerimaan cukai. Lantas, pemerintah menentukan besaran cukai hasil tembakau yang ideal, termasuk opsi untuk tidak menaikkan tarif cukai.

Adapun variabel yang juga menjadi pertimbangan, pertama adalah pertumbuhan ekonomi, kedua inflasi, dan ketiga pengendalian.

Aspek pengendalian pun harus mempertimbangkan kesehatan, keberlangsungan industri, petani, penyerapan tenaga kerja, meminimalisir peredaran rokok atau produk tembakau lainnya secara ilegal, serta penerimaan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper