Bisnis.com, JAKARTA – Harga timah diperkirakan masih dapat melambung tinggi tahun ini, setelah sempat menembus level tertinggi lantaran menipisnya cadangan komoditas ini.
Analis sekaligus Founder Traderindo.com Wahyu Laksono mengatakan, isu suplai timah yang menipis memicu kenaikan harga timah sehingga ketegangan super di pasar timah terus bergulir.
“Berita bahwa produsen timah terbesar ketiga dunia, Malaysian Smelting Corp (MSC) tidak akan kembali ke kapasitas peleburan sebelum pandemi hingga akhir 2021, menghantam pasar yang sudah sangat kekurangan pasokan di sisi fisik,” jelas Wahyu saat dihubungi Bisnis pada Selasa (4/5/2021).
Wahyu menambahkan beberapa pelaku pasar memperkirakan sekitar 5 persen dari total produksi timah akan hilang karena kesengsaraan peleburan MSC. Pemadaman tungku di MSC Malaysia dan penangguhan sekitar 500 ton produksi di Malaysia juga mendorong kenaikan harga timah saat ini.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (4/5/2021) harga timah parkir di level US$28.690 per metrik ton, naik 0,76 persen atau 215 poin. Sebelumnya, harga timah berhasil menyentuh rekor tertinggi di Bursa timah ICDX yaitu US$32.400 per metrik ton.
Menanggapi kenaikan harga timah ini, Wahyu menyebutkan bahwa China sekarang melangkah sebagai pemasok pilihan terakhir, negara itu beralih dari pengimpor netto menjadi pengekspor bersih timah olahan.
Baca Juga
“Harga-harga super tinggi sejauh ini gagal menghasilkan respons pasokan produsen di luar China,” ujar Wahyu.
Indonesia sebagai salah satu pengekspor timah terbesar dunia, tercatat mengalami penurunan ekspor sebesar 24 persen selama tiga bulan pertama tahun 2021, memperpanjang tren turun yang telah berlangsung sejak 2018 ungkap Wahyu.
Dia melanjutkan produsen utama negara PT Timah Tbk. (TINS) telah mengarahkan untuk menurunkan produksi dan penjualan tahun ini. Sehingga masih harus dilihat apakah sektor timah swasta dapat meningkatkan produksi dan, yang sama pentingnya, mengekspornya melalui kontrol ketat Indonesia.
Selain itu menurut Wahyu melihat premi yang tinggi untuk pengiriman London Metal Exchange (LME) telah menarik bungkusan logam ganjil ke gudang pertukaran tetapi apa yang tiba berbalik dan pergi dengan cepat.
Persediaan LME saat ini hanya 1.290 ton, lebih rendah 570 ton dari awal tahun lanjutnya. Selain itu, sepertiga dari jumlah tersebut dialokasikan untuk pemuatan fisik, membuktikan adanya permintaan yang kuat untuk unit di seluruh rantai pasokan fisik.
“Saham LME rendah pada gilirannya menjaga selisih waktu ketat dan harga tunai naik, yang akan membantu menjaga ekspor China mengalir melalui celah arbitrase,” tambah Wahyu.
Sehingga harga timah yang berada di level tinggi ini, masih akan berpotensi untuk naik melihat tren kenaikan harga timah yang justru naik selama pandemi Covid-19 ini. Walaupun memang tidak banyak tersisa ruang untuk naik.
Wahyu mengungkapkan masih ada potensi kenaikan harga timah, dengan perkiraan harga rata-rata tahun ini US$29.000 per metrik ton - US$30.000 per metrik ton.