Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Covid-19 Meradang, Penguatan Rupiah Diprediksi Terhalang

Adanya gelombang baru Covid-19, varian baru virus ini di berbagai belahan dunia akan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Petugas menunjukkan mata uang dolar AS dan rupiah di Money Changer, Jakarta, Senin (19/4/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Petugas menunjukkan mata uang dolar AS dan rupiah di Money Changer, Jakarta, Senin (19/4/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Para analis perkirakan pergerakan nilai tukar rupiah yang fluktuatif pada akhir bulan April 2021 yang beriringan dengan berlangsungnya bulan Ramadan. Kembali merebaknya virus Covid-19 di seluruh dunia menjadi pengaruh utama pergerakan nilai tukar rupiah pekan ini.

Pada penutupan perdagangan Jumat (23/4/2021) nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 5 poin atau 0,03 persen ke level Rp14.525 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah 0,287 poin atau 0,31 persen ke level 91,046 pada pukul 14.53 WIB.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan adanya gelombang baru Covid-19, varian baru virus ini di berbagai belahan dunia akan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Apalagi dalam beberapa hari terakhir terjadi lonjakan kasus infeksi di India, sedangkan di dalam negeri muncul kembali infeksi Covid-19 di klaster perkantoran.

“Yang jadi pengaruh besar pergerakan minggu ini adalah gelombang baru Covid-19, karena di China sendiri telah ditemukan klaster baru, dan varian baru Covid-19. Ini yang cukup mengkhawatirkan,” ungkap Ibrahim saat dihubungi Bisnis, Minggu (25/4/2021).

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh ekonom Josua Pardede, pergerakan nilai tukar rupiah beserta sebagian mata uang Asia lainnya dipengaruhi oleh tren kenaikan kasus Covid-19 di beberapa negara berkembang seperti India dan Thailand.

Kenaikan kasus Covid-19 ini akan mengurangi dampak pelemahan dolar AS dan turunnya obligasi US Treasury yields dalam sepekan lalu.

“Beberapa sentimen terutama perkembangan kasus [Covid-19] di Asia berpotensi dapat membatasi penguatan mata uang negara berkembang,” ungkap Josua dalam kesempatan yang berbeda, Minggu (25/4/2021).

Sementara dari rilis data ekonomi, Josua menambahkan pelaku pasar akan mencermati beberapa data ekonomi AS seperti durable goods order pada hari ini Senin (26/4/2021) serta rapat The Federal Open Market Committee (FOMC) bulan April dan data produk domestik bruto atau PDB AS pada kuartal I/2021 yang akan dirilis pada Kamis, 29 April 2021 mendatang.

Sedangkan dari dalam negeri, permintaan valas pada akhir bulan serta jadwal pembayaran dividen beberapa perusahaan multinasional berpotensi membatasi penguatan rupiah yang cukup signifikan kedepannya jelas Josua.

“Oleh sebab itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan berada di rentang Rp14.500-Rp14.600 per dolar AS dalam jangka pendek ini,” kata Josua.

Lebih jauh Ibrahim mengungkapkan optimisme penguatan rupiah pekan ini akan berlangsung di awal pekan, didorong oleh dampak melemahnya indeks dolar AS di perdagangan minggu sebelumnya. Momen tersebut yang menyebabkan rupiah sepekan lalu menguat sekitar 0,3 persen terhadap dolar AS.

Kemudian indeks dolar AS diperkirakan akan mengalami pelemahan menyusul komentar dari Bank Sentral Eropa yang kemungkinan besar masih akan tetap melakukan pembelian obligasi. Serta membaiknya data ekonomi di Eropa maupun Inggris yang diketahui menjadi salah satu pelemah mata uang negeri Paman Sam.

Selain itu stimulus jumbo AS sebesar US$1,9 triliun dan saat ini diusahakan mencapai US$2 triliun menurut Ibrahim tidak serta merta akan mengangkat inflasi lebih tinggi di AS. Seperti diketahui, target inflasi di Amerika tahun 2021 0,8 persen. Sedangkan data inflasi AS bulan lalu naik 0,1 persen dan bulan ini diperkirakan naik hingga 0,3 persen.

“Artinya apa walaupun data inflasi naik, tetapi secara jangka panjang target dolar yang ke level 94,50 sampai saat ini belum bisa tercapai. Bahkan ada kemungkinan besar indeks dolar itu akan kembali ke level 89. Nah ini yang memberikan optimisme terhadap pasar, tapi lagi-lagi saya katakan bahwa Covid-19 saat ini sedang kembali bergema di dunia,” jelas Ibrahim.

Di Tanah Air sendiri, larangan mudik oleh pemerintah menjadi sentimen negatif terhadap pertukaran nilai rupiah. Alasannya, karena larangan mudik justru mendorong masyarakat untuk pulang ke kampung halaman lebih cepat dari yang biasanya dilakukan.

Banyak masyarakat yang berbondong-bondong untuk mudik di awal bulan Ramadan bukan menjelang Idufitri karena belum ada aturan terkait pada awal Ramadan. Ibrahim mengungkapkan kebijakan itu hingga saat ini terus eksodus di kota besar.

Sehingga gerakan itu membuat konsumsi masyarakat mengalami penurunan yang kemudian berdampak pada pertumbuhan ekonomi kuartal II/2021. Lantaran biasanya tradisi berbelanja banyak dilakukan saat menjelang Idulfitri.

Walaupun pemerintah juga mewanti-wanti adanya pertumbuhan ekonomi di Indonesia karena lonjakan PDB kuartal I/2021 di China sebesar 18,3 persen. Seperti diketahui Indonesia menjadi salah satu negara eksportir terbesar di China.

Ibrahim pun memperkirakan jika rupiah seandainya mengalami penguatan akan berada di level Rp14.480 per dolar AS. Sedangkan seandainya melemah, kemungkinan besar berada di Rp14.680 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper