Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah pada awal pekan ini.
Fluktuasi harga diyakini akan tetap berlanjut sebelum terkoreksi lebih jauh pada paruh kedua tahun ini.
Berdasarkan data dari Bursa Malaysia pada Senin (12/4/2021), harga CPO untuk kontrak Juni 2021 terkoreksi 33 poin di harga setelmen 3.767 ringgit per ton. Sebelumnya, harga kontrak tersebut sempat mencapai harga tertinggi pada 3.791 ringgit per ton.
Sementara itu, harga CPO berjangka kontrak pengiriman bulan Juli 2021 terpantau turun 29 poin ke 3.554 ringgit per ton setelah sempat mencapai titik tertingginya pada 3.577 ringgit per ton.
Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menyebutkan koreksi harga yang tengah terjadi terbilang wajar. Menurutnya, sejauh ini harga CPO masih stabil di kisaran 3.700 ringgit per ton selama kurang lebih sepekan belakangan.
“Level harga saat ini yang sudah mendekati 4.000 ringgit per ton jelas terbilang tinggi, jadi wajar mengalami koreksi,” kata Wahyu saat dihubungi pada Senin (12/4/2021).
Baca Juga
Dia memaparkan, secara fundamental, pasar minyak kelapa sawit masih cukup positif. Salah satu faktor pendukung CPO adalah prospek keterbatasan pasokan ditengah tumbuhnya ekspor dari salah satu negara produsen, Malaysia.
Data dari Intertek Testing Services menyebutkan, negara produsen CPO terbesar kedua di dunia tersebut mencatatkan kenaikan ekspor sekitar 11,33 persen pada periode 1 -10 April 2021 sebesar 345.010 ton.
Sentimen tersebut juga ditambah dengan perayaan bulan Ramadan dan Idulfitri pada negara-negara Asia, terutama Indonesia dan Malaysia. Wahyu mengatakan, keterbatasan pasokan dari negara-negara produsen dapat menjaga harga CPO di level yang tinggi.
Kendati demikian, Wahyu mengatakan prospek harga CPO juga dibayangi oleh sejumlah sentimen negatif dari luar negeri. Ia memaparkan, kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi yang disebabkan oleh penguatan dolar AS dapat menekan harga minyak kelapa sawit.
Wahyu melanjutkan, setelah melewati bulan Ramadan dan Idulfitri, potensi koreksi harga CPO akan semakin kuat. Hal ini terjadi seiring dengan siklus cuaca La Nina yang telah rampung sehingga memudahkan proses penanaman dan panen buah sawit.
Membaiknya cuaca juga akan berdampak positif bagi komoditas substitusi CPO, yakni biji kedelai. Perbaikan output biji kedelai dari negara-negara produsen seperti AS dan Brasil, serta menurunnya permintaan akan memicu penurunan harga, baik untuk biji kedelai maupun CPO.
Wahyu memprediksi, pada kuartal II/2021, harga CPO diproyeksikan pada kisaran 3.500 hingga 4.100 ringgit per ton.
“Saat ini masih terjadi tarik-menarik antara sentimen-sentimen yang ada di pasar CPO. Sehingga, walaupun nantinya naik, level 3.600 masih jadi target koreksi,” katanya.
Direktur Godrej International Ltd, Dorab Mistry menilai harga CPO akan terus terkoreksi memasuki paruh kedua tahun 2021. Dia menjelaskan, pergerakan harga minyak kelapa sawit akan terbagi pada dua fase.
Pada fase pertama, harga minyak kelapa sawit akan berada di level 3.300 ringgit per ton hingga Juni mendatang. Kemudian, pada fase kedua, harga akan jatuh ke level 2.700 ringgit per ton mulai Juli mendatang.
Lonjakan harga tersebut sesuai dengan proyeksi Mistry sebelumnya yang memperkirakan harga CPO akan melesat secara eksplosif sebelum akhir Maret. Hal tersebut terjadi seiring dengan outlook bullish baik dari permintaan dan pasokan komoditas ini beserta sentimen pasar yang positif.
Kendati outlook minyak nabati akan tetap ketat dalam jangka pendek, dia melihat produksi sawit akan pulih pada paruh kedua tahun ini.
“Harga sawit memang mahal dan kompetitif hanya karena produk substitusi seperti minyak biji kedelai atau minyak biji matahari juga berada pada level harga yang tinggi,” jelasnya.
Hal serupa diungkapkan oleh Chairman LMC International, James Fry. Menurutnya, harga minyak kelapa sawit berpotensi terkoreksi hingga ke posisi 3.300 ringgit per ton pada kuartal IV/2021 seiring dengan prospek pemulihan produksi yang akan meningkatkan jumlah persediaan.
Fry memaparkan, rendahnya produksi buah sawit menimbulkan masalah besar terhadap pasokan CPO global. Keterbatasan pasokan ini kian diperburuk oleh kegagalan pemerintah untuk mengurangi mandat bahan bakar biodiesel secara sementara untuk mengurangi tekanan terhadap permintaan.
“Kondisi berbeda terjadi pada 2016-2017 lalu. Selain itu, pergerakan bullish CPO juga telah memasuki fase akhir saat ini,” papar Fry.
Sementara itu, CEO Malaysian Palm Oil Council (MPOC), Wan Zawawi bin Wan Ismail mengatakan, harga CPO kemungkinan akan berada di kisaran 3.846 ringgit per ton pada semester I/2021. Hal tersebut seiring dengan kekhawatiran pasar terhadap keterbatasan pasokan akibat terganggunya produksi pada awal tahun ini.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kenaikan populasi di China akan menjadi salah satu faktor utama yang menjaga harga CPO tetap berada di level tinggi. Di sisi lain, konsumsi minyak nabati di wilayah Timur Tengah juga diprediksi akan meningkat seiring dengan pembukaan kembali ibadah Haji dan Umrah di Arab Saudi.
Berdasarkan hal tersebut, Wan Zawawi memprediksi jumlah impor CPO China akan mencapai 6,8 juta ton, dengan 2,8 juta ton diantaranya berasal dari Malaysia. Sementara itu, impor dari Timur Tengah akan mencapai 2,7 juta ton, dengan 1,8 juta ton diantaranya berasal dari Malaysia.
“Bulan Ramadan yang akan segera tiba juga akan meningkatkan permintaan untuk minyak nabati dan lemak,” katanya.
Wan Zawawi melanjutkan, pemulihan angka produksi CPO akan terjadi pada dua negara eksportir utama, Indonesia dan Malaysia. Pihaknya memperkirakan jumlah produksi Malaysia akan naik menjadi 19,6 juta ton pada 2021 berbanding 19,14 juta ton pada 2020.
Sementara itu, total produksi minyak kelapa sawit Indonesia diperkirakan berada di kisaran 45 juta ton pada 2021. Jumlah tersebut naik 2 juta ton dibandingkan dengan total produksi Indonesia pada tahun 2020.