Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sempat Menguat, Rupiah Kembali Melempem di Akhir Kuartal Pertama 2021

Walau sempat terjadi tren penguatan di awal tahun, tetapi di akhir kuartal nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan dan diperkirakan tren ini akan terus berlanjut di kuartal kedua 2021.
Karyawan menunjukan Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan fluktuatif nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih terus membayangi hingga habis kuartal I/2021.

Walau sempat terjadi tren penguatan di awal tahun, tetapi di akhir kuartal nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan dan diperkirakan tren ini akan terus berlanjut di kuartal kedua 2021.

Ekonom Josua Pardede mengungkapkan depresiasi nilai tukar rupiah tersebut dipengaruhi stimulus fiskal Amerika Serikat (AS) senilai US$1,9 triliun yang akan mengakselerasi pemulihan ekonomi negara tersebut sehingga sebagian besar mata uang asing tertekan.

“Kalau kita lihat dari bulan Maret sebagian mata uang asing itu cenderung tertekan atau melemah. Secara year to date [tahun berjalan] pun, kita melihat dolarnya masih tetap menguat kalau kita lihat dari akhir tahun lalu,” kata Josua saat dihubungi pada Minggu (4/4/2021).

Penguatan dolar AS itu menurutnya dipengaruhi oleh tren kenaikan surat utang AS atau yang sering disebut US Treasury yang meningkat hingga 840 poin jika dibandingkan dengan akhir tahun 2020 lalu.

Itu lah yang kemudian menyebabkan keluarnya dana asing di pasar obligasi negara berkembang termasuk Indonesia, menurut Josua. Hal ini terindikasi dari kepemilikan investor asing di Indonesia yang turun sepanjang kuartal I 2021, yaitu net sell asing yang mencapai lebih dari US$1,5 miliar.

“Nah itu yang menyebabkan kenapa rupiah akhirnya cenderung tertekan bersama mata uang Asia lainnya,” ujar Josua, yang juga merupakan Senior Vice President Economist Bank Permata.

Memasuki tahun 2021, nilai rupiah melanjutkan penguatan pada akhir tahun lalu dengan kembali di level Rp13.895 per dolar AS pada 4 Januari. Sepanjang bulan Januari, nilai rupiah bergerak di kisaran Rp13.895 – Rp14.125 per dolar AS.

Pada awal Februari, tren positif ini masih berlanjut dan rupiah kembali menyentuh kisaran Rp13.910 pada 15 Februari lalu. Kendati demikian, setelahnya rupiah mulai melemah dan kembali ke kisaran Rp14.000 per dolar AS.

Pada 1 Maret kemarin, rupiah mencatatkan pelemahan tertingginya sejak November 2020 lalu. Nilai tukar rupiah tercatat melemah ke posisi Rp14.255 per dolar AS. Adapun, hingga 31 Maret rupiah terus tergerus hingga ditutup di level Rp14.535 per dolar AS.

Mata uang dolar yang terus menguat dan ditambah lagi imbal hasil dari US Treasury yang juga meningkat menyebabkan terkoreksinya pasar obligasi di Indonesia maupun negara berkembang lainnya.

Pelemahan nilai tukar mata uang lainnya pun juga berlaku untuk negara lainnya seperti ringgit Malaysia, rupee India, peso Filipina, maupun baht Thailand. Di mana masing-masing terkoreksi 3,02 persen, 1,02 persen, 4,23 persen dalam kuartal I/2021.

Bahkan mata uang won Korea Selatan dan yen Jepang terkoreksi masing-masing hingga 4,08 persen dan 6,82 persen selama tiga bulan pertama 2021, berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (1/4/2021).

Namun terlepas dari faktor eksternal di atas, Josua mengungkapkan faktor fundamental ekonomi Indonesia juga akan bisa turut membatasi pelemahan nilai tukar rupiah lebih lanjut. Dia mengungkapkan kondisi Indonesia saat ini relatif cukup sehat jika dibandingkan negara-negara di Asia lainnya.

Selama kuartal I/2021 berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terkoreksi 3,27 persen yang mana lebih baik dari posisi mata uang baht Thailand, maupun won Korea Selatan, dan yen Jepang.

“Jadi makanya kalau kita lihat dengan tren pemulihan ekonomi domestik kemudian dari sisi keseimbangan eksternalnya ya, dari sisi current account deficit, balance of payment. Kita ini relatif masih dalam kondisi yang sehat ya. Ini tentunya akan bisa mendukung pemulihan dan juga stabilitas rupiah,” jelas Josua.

Dia pun menyebutkan bahwa dirinya setuju dengan pernyataan Bank Indonesia yang menyebutkan saat ini rupiah masih undervalue, artinya terdapat potensi penguatan masih ada hingga akhir tahun.

Josua pun memperkirakan penguatan rupiah terhadap dolar AS akan terjadi pada semester kedua atau kuartal III hingga IV 2021 di level Rp14.000-Rp14.300 per dolar AS.

Sementara untuk kuartal II 2021, tren pelemahan diperkirakan masih akan terjadi mengingat biasanya pada kuartal II biasanya akan ada dana-dana repatriasi, grand payment sehingga permintaan dolar AS akan meningkat ungkap Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper