Bisnis.com, JAKARTA - Harga logam, baik logam mulia maupun logam dasar, kompak melemah seiring dengan imbal hasil obligasi AS melonjak dan membuat dolar AS perkasa.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (26/2/2021) di bursa London harga logam dasar parkir di zona merah.
Harga tembaga turun 3,56 persen ke posisi US$9.077 per ton, harga timah di bursa London juga terkoreksi 4,38 persen ke posisi US$25.664 per ton, sedangkan harga aluminium turun 3,6 persen ke posisi US$2.154,5 per ton.
Analis Pasar Senior Oanda Corop Edward Moya mengatakan bahwa kenaikan imbal hasil obligasi AS untuk tenor 10 tahun terjadi di luar ekspektasi pasar.
Hal itu membuat dolar AS menguat sehingga membuat harga komoditas menjadi lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang berdenominasi selain dolar AS. Adapun, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama menguat 0,83 persen ke posisi 90,879.
“Kami melihat hampir seluruh aset berisiko benar-benar runtuh. Gerakan saat ini adalah penjualan panik hampir di seluruh aset,” ujar Moya seperti dikutip dari Bloomberg, pada Minggu (28/2/2021).
Baca Juga
Padahal, sejumlah bank investasi baru-baru ini menyebutkan bahwa harga komoditas memasuki siklus bull struktural baru, bahkan beberapa analis mengatakan hal itu bisa menjadi awal dari siklus super.
Hal itu tercermin dari kinerja harga logam dasar yang telah naik hingga lebih dari 10 persen sepanjang tahun berjalan 2021 ini.
Di sisi lain, penurunan kinerja juga terjadi pada harga logam mulia. Pada perdagangan yang sama di pasar spot, harga palladium terkoreksi 3,4 persen ke posisi US$2.327 per troy ounce, harga platinum turun 2,16 persen ke US$1.193,03 per troy ounce, dan harga silver turun 2,76 persen ke US$26,67 per troy ounce.
Sementara itu, harga emas di pasar spot terkoreksi 2,06 persen ke US$1.734 per troy ounce dan harga emas berjangka di bursa Comex turun 2,62 persen ke posisi US$1.728,8 per troy ounce.
Pada Februari 2021, harga emas turun lebih dari 6 persen. Kinerja itu menjadi penurunan terbesar emas sejak November 2016.
Moya menjelaskan bahwa emas mengalami masa yang semakin sulit pada 2021 dan satu-satunya hal yang dapat memperbaiki kinerja emas adalah langkah yang diambil The Fed untuk membatasi kenaikan imbal hasil obligasi AS.
“The Fed akan memiliki banyak peluang untuk membendung imbal hasil US Treasury melonjak, tetapi untuk saat ini tampaknya mereka sedikit lebih sabar,” jelas Moya.
Adapun, Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada pekan ini meyakinkan investor bahwa bank sentral tidak terburu-buru untuk menarik kembali stimulus, meningkatkan permintaan untuk banyak bahan mentah sekaligus mengurangi daya tarik emas sebagai aset surga.
Powell menyebut kenaikan imbal hasil obligasi baru-baru ini sebagai pernyataan kepercayaan investor dalam prospek ekonomi Negeri Paman Sam itu.