Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rasio Utang Ratusan Persen, Banyak PR Menanti Emiten BUMN

Pertumbuhan libilitas BUMN lebih tinggi dibandingkan kenaikan aset dalam periode 2015-2019. Rasio DER sejumlah emiten pun mencapai tiga digit.
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia bersiap melakukan penerbangan di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara akhir pekan lalu (8/1/2017)./Bisnis-Dedi Gunawann
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia bersiap melakukan penerbangan di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara akhir pekan lalu (8/1/2017)./Bisnis-Dedi Gunawann

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten BUMN dinilai masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menjaga kinerja fundamentalnya, termasuk menurunkan liabilitas.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan bahwa secara keseluruhan, sesungguhnya pada periode 2015-2019 perusahaan pelat merah berhasil mencetak pertumbuhan aset yang baik, naik 10,3 persen dari Rp5.769 triliun jadi Rp8.734 triliun.

Namun, kinerja pertumbuhan aset yang baik itu menjadi semu karena tidak diimbangi dengan penurunan liabilitas. Dalam periode yang sama, liabilitas BUMN juga naik lebih tinggi yaitu 12,2 persen dari Rp3.769 triliun menjadi Rp6.070 triliun.

Bahkan, utang luar negeri BUMN per November 2020 mencapai US$ 57,6 miliar atau setara Rp812,2 triliun, naik 11,5 persen dibandingkan dengan posisi November 2019 sebesar US$51,7 miliar. Padahal, utang luar negeri korporasi swasta dalam periode yang sama hanya naik 5,2 persen.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis melalui Bloomberg pun, dari total 27 emiten BUMN di sektor riil yang telah go public, terdapat 13 emiten dengan tingkat debt to equity ratio (DER) hingga tiga digit.

Level DER tertinggi dimiliki oleh PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (GMFI) hingga 755,74 persen, diikuti oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) mencapai 484,34 persen, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) sebesar 282,79 persen.

“Dan yang lebih memprihatinkan peningkatan utang itu cenderung tidak sejalan dengan peningkatan pendapatan mereka, dan rasio-rasio itu berpotensi meningkat pada 2020 karena secara pendapatan tahun lalu banyak yang drop akibat pandemi,” ujar Abra kepada Bisnis, Kamis (4/2/2021).

Dia menuturkan, emiten BUMN sektor konstruksi yang paling mengkhawatirkan dalam jangka pendek karena kinerja keuangannya paling terdampak dari pandemi Covid-19.

Adapun, Abra juga menilai agresivitas BUMN untuk berani mengambil banyak pinjaman karena selama ini cenderung merasa di zona nyaman dan yakin akan selalu mendapat dukungan dari pemerintah.

Namun, keberanian BUMN itu tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena hal itu juga tidak lepas dari ambisi pemerintah untuk mendorong pembangunan.

Di sisi lain, pekerjaan rumah yang dinilai penting bagi BUMN selain pengelolaan liabilitasnya, adalah merealisasi efisiensi yang cukup konkrit seperti remunerasi direksi hingga beban operasional.

Dari sisi internal, setiap emiten seharusnya didorong harus mampu mengencangkan ikat pinggang, sehingga setidaknya dapat mengkompensasi pendapatan dan kinerja keuangan tidak begitu berdarah-darah.

Efisiensi yang baik itupun dapat membuat emiten BUMN memiliki ruang yang baik untuk alokasi kasnya untuk mencicil atau bahkan melunasi utang.

“Emiten BUMN dituntut punya strategi yang lebih pro menjadi fundamental dengan menjaga cadangan kasnya, jadi tidak gali lubang tutup lubang. Emiten pelat merah itu harus berani memiliki target mengurangi utang baik secara nominal maupun rasio,” papar Abra.

Secara terpisah, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan dari 28 BUMN yang saat ini tercatat di Bursa Efek Indonesia, terdapat 4 emiten yang dinilai memiliki kinerja tidak baik dari sisi fundamental maupun keberlangsungan atau sustainability bisnisnya.

Hal itu pun membuat Erick untuk terus menekankan pentingnya menjaga fundamental dan kinerja para BUMN setelah menjadi milik publik.

“Kembali lagi fundamental dan sustainability-nya harus ada, karena saya tahu dari 28 perusahaan BUMN yang sudah listing juga ada 4 yang terengah-engah. Itu yang kita akan perbaiki,” tutur Erick ketika memberikan sambutan di pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia, Kamis (4/2/2021).

Erick menegaskan bahwa pihaknya akan memastikan bahwa perusahaan pelat merah yang nantinya masuk ke bursa memiliki fundamental yang baik dan memiliki keberlangsungan bisnis yang jelas.

“Karena jangan hanya sekadar listing, tetapi kuncinya tadi, bisa bersaing dan sustainability-nya. Insyaallah perusahaan yang kita akan listing juga perusahaan yang baik, yang punya strategi jangka panjang,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper