Bisnis.com, JAKARTA - Pasar timah menghadapi tekanan pasokan terbesar setidaknya dalam tiga dekade terakhir. Menipisnya persediaan di tengah permintaan industri yang sangat kuat dalam beberapa bulan terakhir menjadi faktor utama.
Mengutip Bloomberg, persediaan timah di gudang yang dipantau London Metal Exchange (LME) mendekati level terendahnya dalam lebih dari 30 tahun terakhir.
Hal itu mendorong harga spot timah di LME naik signifikan. Akibatnya, premi harga timah spot untuk harga timah kontrak tiga bulanan sempat berada di posisi terbesar sejak tahun 1990 pada perdagangan Senin (1/2/2021).
Tidak hanya itu, spread antara kedua harga itu telah meningkat secara dramatis dalam beberapa pekan terakhir, padahal spread sempat menipis pada awal Desember 2020.
Untuk diketahui, fenomena ini dikenal pasar sebagai backwardation yang merupakan ciri khas dari tekanan suplai.
Adapun, pada penutupan perdagangan Selasa (2/2/2021) harga timah kontrak tiga bulanan di LME berada di posisi US$22.990 per ton, terkoreksi 0,49 persen.
Baca Juga
Sepanjang tahun berjalan 2021, harga telah menguat sekitar 15 persen. Laju itu pun membuat harga timah sebagai kinerja logam dasar terbaik di LME secara year to date.
Kepala Penelitian Sucden Financial Geordie Wilkes mengatakan bahwa harga timah telah naik ke level tertingginya dalam enam tahun terakhir karena perebutan chip komputer kelas atas di pasar global meningkatkan permintaan timah sebagai logam solder.
“Ekspor dan produksi semikonduktor menunjukkan bahwa permintaan solder pada tahun ini sangat kuat, dan sepertinya hal itu dapat berlanjut, tetapi sayangnya sisi pasokannya tertinggal,” ujar Wilkes seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (3/2/2021).
Selain itu, kudeta militer yang terjadi di negara produsen timah, Myanmar, juga telah memicu kekhawatiran pasar tentang adanya kemungkinan gangguan pasokan.
Di sisi lain, Wilkes mengungkapkan bahwa investor saat ini semakin tertarik dalam perdagangan timah karena reli harga yang mulai menguat. Padahal, sebelumnya timah kerap diabaikan oleh investor non-spesialis karena timah merupakan logam utama LME yang paling tidak likuid.
Sementara itu, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy W. Gunawan memperkirakan persediaan timah di LME pekan ini lebih rendah daripada pekan lalu.
Pada pekan lalu, per 22 Januari 2021 persediaan timah di LME turun menjadi 1.020 ton, lebih rendah daripada pekan sebelumnya sebanyak 1.635 ton. Hal itulah yang kemungkinan akan mendorong kenaikan harga timah pada pekan ini.
“Selain itu, kami berpendapat bahwa daya beli China yang kuat juga akan menjadi risiko kenaikan harga timah global dalam waktu dekat. Oleh karena itu, kami menilai harga timah dunia akan diperdagangkan lebih tinggi, mengingat risiko kenaikan dari tekanan suplai,” tulis Andi dikutip dari publikasi risetnya, Rabu (3/2/2021).