Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Valuasi Sudah Mahal, Saham Farmasi Rawan Koreksi

Valuasi saham farmasi dinilai sudah melewati batas wajar. Investor diwanti untuk waspada terhadap potensi koreksi. Kenaikan harga saham farmasi juga belum disertai dengan adanya perubahan fundamental.
Karyawan beraktivitas di galeri PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (6/10/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan beraktivitas di galeri PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (6/10/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Saham sektor farmasi semakin menarik perhatian investor seiring dengan euforia vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Potensi koreksi saham farmasi terbuka karena secara valuasi mayoritas saham sudah tergolong mahal.

Pada penutupan perdagangan Selasa (12/1/2021), mayoritas saham farmasi masih bertahan di zona hijau, dengan penguatan dipimpin oleh saham PT Indofarma Tbk. (INAF) yang berhasil naik 11,6 persen, diikuti saham PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) naik 10,45 persen, dan saham PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) naik 8,14 persen.

Tidak kalah, saham PT Soho Global Health Tbk. (SOHO) juga naik 6,44 persen,  saham PT Phapros Tbk. (PEHA) naik 6,02 persen, dan saham PT Tempo Scan Pacific Tbk. (TSPC) naik 3,02 persen. Namun momentum ini gagal dimanfaatkan saham PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) yang justru terkoreksi 4,55 persen.

Adapun, penguatan ini berlanjut setelah sejumlah emiten farmasi kompak terkena auto reject atas (ARA) akibat sahamnya naik hingga 25 persen. 

Bahkan, saham emiten distributor alat suntik PT Itama Ranoraya Tbk. (IRRA) juga tersulut dan terpaksa digembok oleh Bursa Efek Indonesia setelah mengalami ARA pada perdagangan Senin (10/1/2021) dan menguat selama 9 hari berturut-turut sejak akhir Desember 2020.

Padahal, sejumlah emiten farmasi telah memiliki price earnings ratio (PER) ratusan kali atau termasuk saham-saham dengan valuasi yang mahal. Berdasarkan data Bloomberg, INAF memiliki PER di level 899,93 kali dan IRRA di posisi 178,29 kali.

Analis PT Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami mengatakan bahwa PER dan rasio price to Book Value (PBV) sejumlah saham farmasi sudah melambung tinggi dan di luar batas wajar.

“Jika dilihat dari rasio tersebut saham farmasi ini jauh lebih mahal dari beberapa nama saham-saham big caps yang biasa dihargai premium,” ujar Zamzami kepada Bisnis, Selasa (12/1/2021).

Dia menjelaskan bahwa sebelum pandemi Covid-19, likuiditas saham farmasi tidak terlalu tinggi sehingga arus dana atau kenaikan volume yang signifikan sangat berpengaruh ke pergerakan harga.

Oleh karena itu, dia memperingatkan investor terhadap adanya potensi koreksi dari pergerakan saham sektor itu, karena kenaikan harga yang terjadi juga belum disertai dengan adanya perubahan fundamental.

“Sejumlah saham farmasi menarik untuk trading saja dengan memanfaatkan euforia vaksinasi Covif-19, tetapi risiko saham itu juga cukup tinggi karena harganya sudah terlampau tinggi dan fluktuatif juga pergerakannya,” papar Zamzami.

Di antara seluruh saham farmasi, dia merekomendasikan KLBF dan SIDO dengan target harga masing-masing Rp1.780 dan Rp870. Zamzami menilai kedua saham itu memiliki pertumbuhan yang lebih stabil dan konsisten, margin yang lebih baik, profitabilitas yang lebih baik, dan lebih kuat secara posisi neraca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper