Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Era Influencer Main Saham, Waspada Pom-pom

Pom-pom adalah cheerleaders dari saham-saham gorengan yang diatur tahu oleh bandar. 
Karyawan memotret layar Indeks harga saham gabungan (IHSG) di main hall Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (23/11/2020). Bisnis/Abdurachman
Karyawan memotret layar Indeks harga saham gabungan (IHSG) di main hall Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (23/11/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Perencana keuangan Aidil Akbar Madjid yang telah berkecimpung kurang lebih 25 tahun di dunia keuangan mengungkapkan pom-pom adalah cheerleaders dari saham-saham gorengan yang diatur tahu oleh bandar. 

Mereka adalah oknum yang tidak mengajak orang tetapi mereka membentuk opini publik yang secara tidak langsung bisa terbujuk membeli saham tertentu.

"Pom-pom itu sebenarnya adalah cheerleadernya, mereka tidak meng-invite [mengajak] juga sih, tapi mereka membentuk opini," ungkap Aidil saat dihubungi Bisnis, Rabu (6/1/2020).

Seperti diketahui, belakangan marak fenomena publik figur memberikan sinyal untuk membeli saham tertentu. Teranyar, Raffi Ahmad dan Ari Lasso menjagokan PT M Cash Integrasi Tbk. (MCAS).

Adapun istilah pom-pom saham mungkin sudah familiar oleh orang-orang yang terlibat aktif di dunia pasar modal di Indonesia dan ini sering kali merugikan para investor pemula. Pom-pom saham ini biasanya erat berkaitan dengan saham gorengan. Istilah pompom itu sendiri berasal dari kata pump yang artinya memompa.

Aidil mengungkapkan mereka biasanya akan bermain di area abu-abu, dengan menggunakan kata misalnya "cek deh..." dan sejenisnya. Dengan demikian orang-orang yang menyaksikan akan tergiur dengan kata-kata tersebut.

Mereka mengungkapkan pengalaman mereka berinvestasi saham di perusahaan tertentu dan meraup keuntungan tanpa menjelaskan alasan-alasan yang jelas. 

Aidil menjelaskan pompom saham maupun saham gorengan ini muncul karena pasar modal di Indonesia saat ini belum efisien. Satu contohnya adalah masih ada emiten dengan jumlah kepemilikan saham publik sekitar 20 persen.

"Jadi sebenarnya perusahaan tersebut tidak bisa dikatakan perusahaan publik kalau saham publiknya masih sedikit. Sementara sisanya 80 atau 70 persen dimiliki si founder sendiri atau pemilik lama atau si konglomerat," jelas Aidil.

Kepimilikan perusahaan oleh sebagian kecil kelompok atau orang ini membuat harga saham perusahaan bisa ditentukan oleh mereka, sehingga memunculkan praktik saham gorengan.

Saham gorengan maupun pom-pom saham sebenarnya adalah sesuatu yang ilegal. Praktik ini termasuk tindak pidana sebagaimana diatur Undang-Undang Pasar Modal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper