Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menanti Taji Saham Emiten Media

Analis Panin Sekuritas Rendy Wijaya menjelaskan sektor media termasuk yang minim terdampak pandemi pada 2020 karena perusahaan sektor barang konsumer (fast moving consumer goods/FMCG) tetap memiliki anggaran tebal untuk belanja iklan.
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (12/11/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (12/11/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Saham emiten sektor media banyak dijagokan para analis untuk dikoleksi. Selain indikator fundamental yang kokoh, saham media saat ini juga murah meriah tercermin dari posisi nilai buku (price to book value/PBV).

Analis Panin Sekuritas Rendy Wijaya menjelaskan sektor media termasuk yang minim terdampak pandemi pada 2020 karena perusahaan sektor barang konsumer (fast moving consumer goods/FMCG) tetap memiliki anggaran tebal untuk belanja iklan.

“Kuartal IV/2020 ini kami perkirakan pemulihan lebih lanjut [untuk sektor media] karena porsi belanja iklan dari perusahaan FMCG trenya masih naik,” kata Rendy, baru-baru ini.

Dia menunjukkan porsi belanja iklan dari perusahaan FMCG mencapai 7,7 persen pada akhir kuartal III/2020 atau lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya 7,3 persen. Untuk diketahui, rata-rata historis porsi belanja iklan perusahaan FMCG berada pada posisi 6,1 persen. Adapun, perusahaan FMCG merupakan penyumbang pendapatan iklan terbesar bagi perusahaan media yaitu sebesar 60 persen - 70 persen dari total pendapatan iklan televisi.

Kendati demikian, Rendy mengingatkan bahwa anggaran belanja iklan FMCG yang dikeluarkan cenderung selektif pada masa pandemi ini. Sejumlah iklan pun terpantau hanya diarahkan ke media yang menjadi pemimpin pasar seperti PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) dan PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA).

Berdasarkan data Nielsen, terlihat saluran SCTV dan RCTI berada di posisi teratas pangsa penonton prime-time. SCTV memiliki pangsa sebesar 17,4 persen sementara RCTI sebesar 16,2 persen. “Kami melihat ini sebagai peluang bersaing karena adanya pandemi membuat persaingan lebih terkonsentrasi ke market leader dan akan menguntungkan MNCN dan SMCA,” jelas Rendy.

Ke depannya, pendapatan perusahaan media juga bakal ditopang oleh pemasukan iklan digital walaupun saat ini porsinya belum mampu mengalahkan pendapatan iklan konvensional.

Pergeseran iklan dari konvensional ke digital tampak menjadi hal yang mutlak, berkaca dari negara maju seperti Amerika Serikat. Di Negeri Paman Sam saat ini iklan di internet (digital ads) kian mendominasi seiring dengan bertambahnya jenis perusahaan yang memasang iklan.

“Kami lihat dari pendapatan digital masih akan mendorong pertumbuhan perusahaan media dengan meningkatkan pendapatan dan juga marjin yang lebih baik,” ujar Rendy.

Selain pendapatan iklan, perusahaan media juga memiliki opsi pemasukan dari pelanggan layanan secara daring (subscribe fee) yang menikmati layanan layanan video sesuai permintaan (video on demand/VoD).

Rendy menyebut UU Cipta Kerja juga telah mendukung VoD karena pada 2022 akan diterapkan analog switch off yaitu perpindahan sinyal TV analog ke sinyal digital. Apabila terealisasi, hal ini nantinya akan menjadi katalis bagi perusahan media karena belanja modal (capital expenditure) dapat lebih difokuskan untuk menjaga operasional maupun pembagian dividen.

Panin Sekuritas pun memasang posisi overweight untuk saham emiten media dengan top picks saham MNCN dengan target harga Rp1.400. Target harga itu mencerminkan PE (price earnings) sebesar 7 kali pada 2021.

Sedangkan SCMA diberi rekomendasi hold dengan target harga Rp1.850 yang mencerminkan PE sebesar 22,4 kali pada 2021. Adapun, peningkatan beban produksi hingga 2021 menjadi salah satu pemberat langkah SCMA karena pendapatan iklan masih tertekan.

Senada, Analis Samuel Sekuritas Indonesia Nashrullah Putra juga merekomendasikan beli untuk MNCN mengingat perseroan menginisiasi kerjasama dengan jaringan multi-channel seperti Facebook dan TikTok pada semester II/2020. Adapun, model bisnis antara MNCN dan kedua perusahaan teknologi global itu akan tercatat secara penuh pada 2021.

“Dengan target pertumbuhan yang kuat dari iklan digital, kami tergetkan pertumbuhan [MNCN] naik 20 persen secara tahunan untuk 2021,” tulis Nashrullah dalam riset tertanggal 17 Desember 2020.

Rekomendasi untuk MNCN juga memepertimbangkan valuasinya yang menarik atau berada di bawah -1 Standar Deviasi (SD) dari tara-tara forward PE 5 tahun atau setara dengan 6,5 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper