Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dengan batu bara di China diprediksi semakin ketat pada 2026 seiring dengan misi Negeri Panda itu menjadi negara bebas karbon.
Peneliti senior di StateGrid of China Corp.'s Energy Research Institute Yang Su mengatakan bahwa pengembangan proyek PLTU baru di China diprediksi akan dibatasi dalam 6 tahun ke depan jika negera itu tetap ingin mengejar target menjadi negara bebas karbon pada 2060.
“Pengembangan tenaga batu bara menghadapi seruan politik untuk transisi energi, reformasi energi, dan puncak emisi akan menghadapi pembatasan yang lebih ketat, baik terkait kapasitas dan pengembangan proyek baru," kata Yang seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (2/12/2020).
Dia menilai China mungkin masih dapat menambah 100 gigawatt hingga 200 gigawatt PLTU baru hingga 2025, sebelum akhirnya melakukan pembatasan pengembangan proyek baru yang lebih ketat.
Untuk diketahui, dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2020, Presiden China Xi Jinping secara mengejutkan mengumumkan rencana China sebagai negara bebas karbon pada 2060.
Meskipun Xi Jinping tidak menjelaskan secara rinci rencana itu, pengumuman Xi menyiratkan bahwa emisi China harus turun tajam untuk mencapai nol bersih dalam waktu kurang dari 30 tahun setelah mencapai puncaknya pada 2030.
Baca Juga
Padahal, hingga saat ini China adalah pengguna energi dan penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia.
Sementara itu, Penasihat Senior China Huadian Corp. Chen Zongfa mengatakan bahwa China seharusnya tidak berhenti berinvestasi di batu bara sepenuhnya.
Dia menjelaskan bahwa untuk mencapai negara bebas karbon, China harus terus menawarkan kompensasi untuk pembangkit batu bara kecil dan tidak efisien untuk ditutup.
“Namun, Pemerintah China juga harus hati-hati meninjau dan implementasi kebijakan energi yang baru itu. Pemerintah harus mampu memberikan preferensi yang lebih baik terhadap masyarakat yang tinggal dan hidup di dekat tambang batu bara,” ujar Chen.
Percepatan pembatasan proyek PLTU di China dapat berdampak negatif terhadap harga batu bara karena dapat menekan konsumsi global mengingat Negeri Tirai Bambu itu merupakan importir dan eksportir terbesar dunia.
Kendati demikian, harga batu bara tampak masih melanjutkan relinya di tengah terpaan sentimen negatif itu.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (2/12/2020) hingga pukul 13.53 WIB harga batu bara thermal di bursa Zhengzhou untuk kontrak Januari 2021 masih berada di zona hijau, menguat 3,75 persen ke level 697,4 yuan per ton. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga telah naik hingga 17,47 persen.
Sementara itu, harga batu bara Newcastle kontrak Januari 2021 pada penutupan perdagangan Selasa (1/12/2020) berada di level US$69,8 per ton, terkoreksi 0,21 persen. Namun, dalam enam bulan terakhir harga telah meroket hingga 16,24 persen.