Bisnis.com, JAKARTA - Rugi selisih kurs dan pungutan ekspor menjadi faktor laba bersih PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. terkoreksi di saat mayoritas emiten sektor perkebunan berhasil mendulang cuan hingga kuartal III/2020.
Untuk diketahui, emiten berkode saham SMAR itu membukukan pendapatan sebesar Rp28,2 triliun hingga kuartal III/2020, naik 6,89 persen daripada perolehan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp26,38 triliun.
Kendati demikian, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk justru terkoreksi 59,62 persen menjadi sebesar Rp214,7 miliar hingga kuartal III/2020, dibandingkan dengan kuartal III/2019 sebesar Rp531,77 miliar.
Sekretaris Perusahaan Sinar Mas Agro Resources and Technology Jimmy Pramono mengatakan bahwa penurunan kinerja laba bersih itu terutama disebabkan oleh adanya rugi selisih kurs Rp760 miliar dibandingkan dengan laba selisih kurs sebesar Rp219 miliar yang tercatat pada kuartal III/2019.
Padahal, kinerja top line berhasil mencatatkan pertumbuhan didukung oleh penguatan harga minyak sawit global selama tahun berjalan.
“Rugi selisih kurs ini sebagian besar berasal dari translasi utang berdenominasi dolar AS ke rupiah. Adapun, rupiah terdepresiasi menjadi Rp14.918 per dolar AS per 30 September 2020 dibandingkan dengan posisi rupiah pada akhir 2019 Rp13.901 per dolar AS,” tulis Jimmy seperti dikutip dari keterbukaan informasi, Kamis (19/11/2020).
Baca Juga
Untuk mengelola risiko nilai tukar itu, perseroan menjelaskan telah menggunakan lindung nilai natural yang berasal dari aset dan liabilitas moneter dalam mata uang asing yang sama.
Pada dasarnya, jika rupiah melemah terhadap dolar AS, penjualan bersih perseroan akan tercatat lebih besar, karena harga pasar komoditas CPO mengacu pada harga dalam dolar AS.
Namun di lain pihak, perseroan akan mencatat rugi selisih kurs yang dihasilkan dari translasi utang bank yang sebagian besar berdenominasi dalam Dolar AS, demikian pula sebaliknya.
“Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa perseroan memiliki lindung nilai natural terhadap pergerakan nilai kurs,” papar Jimmy.
Selain itu, untuk mengurangi dampak dari fluktuasi nilai tukar mata uang terhadap operasi, maka Perseroan juga melakukan kontrak fasilitas transaksi valuta berjangka (forward) dengan beberapa bank.
Di sisi lain, kinerja SMAR juga dibayangi beban penjualan yang membengkak terutama dikontribusi dari beban bea keluar dan pungutan ekspor sebesar Rp399 miliar untuk periode sembilan bulan pertama tahun ini.
Menurut Jimmy, hal ini disebabkan mulai diberlakukannya kembali pungutan ekspor sejak Januari 2020 oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia seiring dengan penguatan harga CPO, sedangkan pada 2019 pungutan ekspor tersebut ditiadakan.
Adapun, kinerja SMAR menjadi salah satu emiten perkebunan yang dalam tekanan ketika mayoritas emiten perkebunan lainnya tercatat masih mampu mencetak pertumbuhan laba impresif pada kuartal III/2020.
Emiten perkebunan Grup Astra contohnya, PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk hingga 420,5 persen menjadi Rp578,69 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp111,18 miliar.
Selain itu, mayoritas emiten perkebunan juga berhasil mempertahankan tingkat margin laba bersih atau net profit margin (NPM) di tengah banyaknya tantangan bisnis akibat pandemi Covid-19.
Bahkan, emiten perkebunan milik Sandiaga Uno PT Provident Agro Tbk. (PALM) berhasil mencatatkan NPM hingga tiga digit, menjadi 126,38 persen.