Bisnis.com,JAKARTA— Indonesia dinilai masih perlu mengembangkan instrumen hedging atau lindung nilai di pasar modal untuk menahan aksi jual atau sell off saat terjadi volatilitas tinggi.
Presiden Direktur RHB Sekuritas Indonesia Iwanho mengatakan hedging di pasar modal Indonesia belum semaju di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Menurutnya, instrumen hedging dasar yang diperlukan di pasar modal yakni lindung nilai pergerakan mata uang, lindung nilai pergerakan suku bunga, dan lindung nilai risiko default atau gagal bayar.
Iwanho mengatakan instrumen hedging yang belum berkembang menyebabkan biaya investasi di Indonesia relatif mahal. Oleh karena itu, pihaknya berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat segera melakukan pengembangan instrumen tersebut.
“Diharapkan OJK bisa segera mengembangkan ketiga instrumen di atas sehingga biaya hedging terhadap gejolak mata uang, suku bunga, dan risiko default akan jauh berkurang,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (19/10/2020).
Dia mengatakan investor asing dan lokal dapat menggunakan instrumen hedging untuk untuk untuk mengurangi risiko pergerakan pasar. Dia menilai, dengan adanya instrumen lindung nilai, investor tidak segera keluar atau melakukan aksi jual jika terjadi volatilitas mata uang, suku bunga, dan risiko default.
Secara terpisah, Analis PT Kresna Securities Etta Rusdiana Putra mengatakan Indonesia harus meningkatkan penetrasi di pasar spot terlebih dahulu. Menurutnya, likuiditas di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan kapitalisasi pasarnya.
“Sebaiknya, fokus terlebih dahulu pada pengaturan mekanisme market maker atau liquidity provider dan batasan yang dapat dilakukan,” jelasnya.
Etta menambahkan edukasi finansial harus ditingkatkan termasuk penyederhanaan proses pembukaan rekening efek. Dengan demikian, jumlah dan basis investor semakin besar.