Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 37,5 poin atau 0,25 persen hingga pukul 10.54 WIB. Rupiah masih kokoh walau dari dalam negeri terdapat sentimen deflasi tiga bulan berturut-turut yang mencerminkan daya beli masih lemah.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah bertengger di posisi Rp14.842,5 per dolar AS. Mata uang garuda dibuka di level Rp14.180 atau menguat 70 poin dibandingkan dengan posisi penutupan kemarin.
Sementara itu, nilai tukar rupiah bertengger di level Rp14.876, berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor. Data yang diterbitkan Bank Indonesia menunjukkan, kurs Jisdor menguat 42 poin dibandingkan dengan posisi kemarin Rp14.918.
Di sisi lain, indeks dolar AS terpantau 0,21 persen ke level 93,6910. Pelemahan itu direspons dengan penguatan oleh mayorita mata uang Asia. Penguatan dipimpin oleh won Korea Selatan yang menguat 0,60 persen, disusul yuan China dan rupiah.
Portfolio Manager Gradient Investments LLC. Mariann Motagne mengatakan volatilitas pasar akan bertambah tinggi pada Oktober seiring dengan semakin dekatnya pelaksanaan Pemilu AS.
“Dolar AS akan melanjutkan penguatannya sedikit dan itu merupakan fungsi dari volatilitas di sini, relatif tumbuh dibandingkan mata uang lain tapi sepertinya hanya sementara,” kata Motagne, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (1/10/2020).
Baca Juga
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2020 mengalami deflasi sebesar 0,05 persen. Ini merupakan deflasi ketiga secara beruntun sejak Juli 2020.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan dari deflasi tiga kali berturut-turut, daya beli masyarakat patut diwaspadai
"Ini menunjukkan daya beli kita masih sangat lemah. Itu yang perlu diwaspadai dari tiga kali defisit," ujarnya, Kamis (1/10/2020).
Dari data BPS, deflasi beruntun pernah terjadi pada 1999, tepat satu tahun ketika krisis keuangan 1998. Suhariyanto mengatakan deflasi pada 1999, terjadi selama 7 bulan berturut-turut, yakni sejak Maret hingga September.