Bisnis.com, JAKARTA – Bank of America Corp. menyebut saham-saham dari perusahaan yang peduli terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (environmental, social, and governance/ESG) menjadi paling outperform dan diperdagangkan pada valuasi tinggi di pasar global tahun ini.
Head of Asia ESG Research Bank of America (BofA) Sameer Chopra menyampaikan saham-saham ESG mampu naik lebih tinggi 5 persen dibandingkan apresiasi konstituen indeks S&P500 pada kuartal I/2020 ketika terjadi aksi jual besar-besaran atau sell off.
Adapun, investor tampaknya mulai meninggalkan saham-saham yang tidak mementingkan lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan yang baik.
“Perusahaan ESG cenderung memiliki imbal hasil ekuitas yang lebih baik, volatilitas pendapatannya rendah, dan volatilitas harga saham juga rendah,” kata Chopra dikutip Bloombreg, Jumat (25/9/2020).
Chopra menambahkan bahwa saham-saham ESG yang dilirik investor tahun ini utamanya dari emiten yang fokus pada kesehatan dan keamanan karyawan.
Dalam laporan terbaru, BofA menunjukkan aliran modal yang masuk ke saham-saham ESG naik empat kali lipat pada tahun ini hingga Juli 2020 dibandingkan rata-rata secara historis. Bahkan, aliran modal ke saham ESG mencapai level tertinggi senilai US$4 miliar pada pekan-pekan tertentu pada periode tahun berjalan.
Baca Juga
Chopra melanjutkan sebanyak 20 persen perusahaan ESG dalam konstituen indeks MSCI Asia Pacific telah diperdagangkan pada rasio PE (price-to-earning) yang lebih tinggi lima poin dibandingkan kelompok emiten sejenis (peers) pada akhir 2019, naik 2 poin dari posisi pada 2017.
Selanjutnya, perusahaan di Asia yang memiliki sedikit emisi juga diperdagangkan lebih tinggi dibandingkan peers-nya.
Adapun, 10 persen emiten ESG konstituen S&P500 juga mencatatkan biaya utang (cost of debt) yang lebih rendah hampir 200 bps dibandingkan perusahaan yang memiliki biaya utang terendah lainnya pada 2019.
Namun demikian, Chopra mengingatkan bahwa perusahaan yang memiliki skor ESG tinggi juga berpotensi terdampak oleh pajak karbon karena memiliki eksposur karbon yang tinggi dan marjin rendah seperti sektor industri dan penerbangan.
“Saham sektor industri dan penerbangan di Asia dapat mengalami tekanan pendapatan,” ujar Chopra.
Adapun, investasi pada saham-saham ESG telah menjadi fokus seiring dengan upaya pemerintah memerangi pandemi.
Aset manajemen terbesar di dunia BlackRock Inc. bahkan meningkatkan investasinya ke saham-saham ESG untuk menghindari volatilitas tinggi di pasar.
Di Indonesia, saham-saham ESG banyak ditemukan dalam indeks SRI-KEHATI (Sustainable and Responsible Investment). Indeks ini merupakan kerjasama antara Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dengan Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan data BEI per 24 September 2020, indeks SRI-KEHATI tercatat turun 25,65 persen secara year-to-date (ytd) atau lebih rendah dari depresiasi IHSG pada periode yang sama sebesar 23,13 persen.