Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat ditutup menguat pada perdagangan Selasa (22/9/2020), karena pelaku pasar kembali memanfaatkan harga saham yang lebih rendah setelah pelemahan beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 0,52 persen ke level 27.288,18, sedangkan indeks S&P 500 ditutup menguat 1,05 persen dan indeks Nasdaq Composite menguat 1,71 persen.
Sektor ritel dan teknologi menjadi pendorong terbesar terhadap penguatan indeks, sementara penguatan indeks Dow Jones tertahan oleh sektor perbankan yang tertekan di tengah penurunan saham bank.
Bursa sebelumnya melemahpada hari Selasa pagi karena Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengatakan masih ada jalan yang panjang bagi perekonomian sebelum pulih sepenuhnya, selain membutuhkan lebih banyak dukungan.
Sementara itu, Presiden The Fed wilayah Chicago Charles Evans mencatat bahwa suku bunga bisa naik sebelum target inflasi tercapai. Setelah penutupan perdagangan reguler, Nike Inc. melonjak karena produsen pakaian olahraga tersebut membukukan pendapatan yang jauh lebih baik daripada yang diperkirakan.
Bursa saham AS masih menuju penurunan bulanan pertama sejak Maret karena kekhawatiran Kongres belum menyetujui paket stimulus fiskal lanjutan, sementara peningkatan kasus virus corona global telah meningkatkan kekhawatiran atas lebih banyaknya tindakan lockdown lebih lanjut.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengumumkan pembatasan baru yang kemungkinan akan berlangsung enam bulan dan mengatakan kepada orang-orang untuk bekerja dari rumah jika memungkinkan. Ia juga mengatakan mengatakan negara itu berada pada "titik balik yang berbahaya" untuk virus tersebut.
“Kami pikir pasar saham akan bergerak lebih tinggi dalam jangka menengah, berkat kemungkinan pengembangan vaksin yang berhasil, diakhirinya ketidakpastian pemilu, disepakatinya stimulus fiskal AS lanjutan, dan berlanjutnya dukungan moneter global yang luar biasa,” tulis kepala investasi UBS Group AG, Mark Haefele.
"Namun, jalan menuju 'lebih normal kemungkinan besar masih akan bervariasi. Karenanya, kami memperkirakan volatilitas masih akan bertahan selama sisa tahun ini,” lanjutnya, seperti dikutip Bloomberg.