Bisnis.com,JAKARTA — PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan telah memiliki prosedur untuk melakukan beberapa tindakan dalam memproteksi investor publik terkait emiten yang berpotensi delisting.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna Setya angkat bicara soal ketentuan buyback atau pembelian kembali saham bagi perusahaan tercatat yang dilakukan delisting. Pihaknya menjelaskan bahwa terdapat dua jenis yakni voluntary delisting dan forced delisting.
Untuk emiten yang melakukan delisting secara sukarela lanjut dia, Bursa mewajibkan perusahaan tercatat untuk melakukan pembelian kembali saham. Seluruh kewajiban penyampaian laporan serta keterbukaan informasi wajib disampaikan sebelum delisting berlaku efektif.
“Bagi perusahaan tercatat yang dilakukan forced delisting oleh Bursa, saat ini Bursa belum memiliki ketentuan terkait buyback saham perusahaan tercatat tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (2/9/2020).
Kendati demikian, Nyoman menegaskan bahwa Bursa memiliki beberapa prosedur untuk perusahaan tercatat yang terkena forced delisting. Langkah itu untuk memproteksi investor.
Dia menuturkan bentuk perlindungan yang dilakukan antara lain dengan menyampaikan reminder atau pengingat dalam bentuk pengumuman bursa kepada publik terkait adanya risiko delisting atas perusahaan tercatat yang telah disuspensi oleh Bursa.
Pemberitahuan dilakukan secara periodik setiap 6 bulan sekali sejak dilakukan suspensi oleh BEI.
“Dalam pengumuman reminder delisting itu, Bursa juga menyampaikan informasi nama pengurus perusahaan tercatat termasuk nomor kontak perusahaan dengan maksud apabila ada pertanyaan dari investor atau stakeholders,” paparnya.
Selain itu, Bursa juga melakukan dengar pendapat dan permintaan penjelasan untuk disampaikan kepada publik terkait rencana bisnis untuk memperbaiki penyebab dilakukan suspensi oleh Bursa.
Otoritas juga menyematkan notasi khusus kepada kode saham perusahaan yang memiliki kondisi tertentu.
“Bursa juga tidak mengizinkan direksi, komisaris, termasuk pemegang saham pengendali yang mengakibatkan sebuah perusahaan tercatat di-delisting oleh BEI [forced delisting] untuk menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dan atau sebagai pengendali di calon perusahaan tercatat yang akan masuk sebagai perusahaan tercatat baru,” paparnya.
Data BEI menunjukkan sebanyak 27 emiten memiliki risiko delisting per 20 Agustus 2020. Deretan perusahaan tercatat itu terancam dihapus dari bursa karena tidak kunjung lepas dari jerat suspensi.
Sepanjang periode berjalan 2020, sudah ada lima emiten yang angkat kaki dari BEI. Teranyar, Bursa menghapus pencatatan efek PT Cakra Mineral Tbk. (CKRA) pada Jumat (28/8/2020).
Cakra Mineral menyusul delisting empat perusahaan tercatat lain sepanjang 2020 yakni PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. (BORN), PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL), PT Danayasa Arthatama Tbk. (SCBD), dan PT Leo Investments Tbk. (ITTG).