Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pertambangan mineral, PT Aneka Tambang Tbk., mengutak-atik strategi untuk mencetak kinerja positif pada tahun ini di tengah sentimen pandemi Covid-19.
Direktur Niaga Aneka Tambang Apriliandi Hidayat Setia mengatakan bahwa fokus perseroan pada tahun ini tertuju pada tiga komoditas inti perseroan, yaitu feronikel, emas, dan bauksit, yang masing-masing memiliki strategi yang berbeda.
Untuk feronikel, emiten berkode saham ANTM itu akan mengubah komposisi pasar ekspor yang semula sebesar 30 persen difokuskan kepada India, kini dialihkan ke China. Hal itu seiring dengan pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu tampak lebih cepat proses pemulihannya dibandingkan dengan India.
“Kami mau fokus ke sana lagi, dan harga sudah mulai upward sehingga kami yakin akan mendukung lini bisnis feronikel kami,” ujar April saat konferensi pers Pubex Live 2020, Kamis (27/8/2020).
Selain itu, meski kebijakan larangan ekspor bijih nikel diterapkan sejak awal tahun ini, perseroan akan tetap memanfaatkan permintaan pasar domestik dan tidak hanya diserap untuk pabrik milik perseroan.
Untuk komoditas bauksit, perseroan juga tetap akan menggenjot ekspor sesuai dengan kuota.
Sementara itu, untuk komoditas emas perseroan pada tahun ini akan lebih fokus terhadap pasar domestik untuk mendukung pencapaian target penjualan emas ANTM tahun ini di kisaran 18 ton.
April menjelaskan bahwa perseroan melihat peluang besar di pasar domestik seiring dengan kenaikan harga emas global hingga menyentuh level tertinggi sepanjang masa, yang membuat masyarakat mulai teredukasi untuk melihat emas sebagai aset safe haven dan berinvestasi logam mulia.
Di sisi lain, ANTM juga menerapkan efisiensi, salah satunya dengan tetap menjaga biaya produksi cukup rendah. ANTM berhasil memiliki biaya tunai produksi feronikel sebesar US$3,33 per pon hingga Juni 2020.
Untuk diketahui, berdasarkan studi konsultan Wood Mackenzie, capaian biaya tunai produksi ANTM itu berada di bawah rata-rata produsen feronikel global di kisaran US$4,85 per pon, sehingga perseroan berhasil mengukuhkan posisinya sebagai salah satu produsen feronikel global berbiaya rendah.
Selain itu, hingga Juni 2020 perseroan juga telah menjaga biaya tunai produksi emas di tambang Pongkor sebesar US$975 per troy ounce, ketika rata-rata harga emas global di kisaran US$1.648 per troy ounce.
“Kami juga negosiasi dengan para kreditur perbankan kami, supplier, hingga efisiensi internal di setiap unit bisnis, termasuk kantor pusat,” papar April.
Adapun, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mengatakan bahwa pihaknya mempertahankan estimasi pendapatan perseroan tahun ini sebesar Rp25,4 triliun, turun 22,5 persen secara tahunan.
Kendati demikian, ANTM diyakini dapat mencetak pertumbuhan 7,1 persen laba bersih pada tahun ini menjadi sebesar Rp208 miliar.
“Dengan mempertahankan estimasi itu, maka kami merekomendasikan hold untuk ANTM dengan target price yang tidak berubah di Rp655,” ujar Andy seperti dikutip dari publikasi risetnya, Kamis (27/8/2020).
Berdasarkan konsensus Bloomberg, dari 17 analis sebanyak 12 analis memberikan rekomendasi beli, sebanyak 4 analis merekomendasikan hold, dan 1 lainnya merekomendasikan jual.