Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh, Pidato Jokowi Tak Mampu Bawa Rupiah ke Zona Hijau

Hingga akhir perdagangan pun, rupiah masih tak bergeming di zona merah, meskipun pelemahannya cenderung menipis pada awal perdagangan.
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) dan Rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (22/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) dan Rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (22/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Laju mata uang rupiah tidak tidak mampu bergerak ke zona hijau dalam merespons pidato Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan DPR/MPR serta penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan hari ini, Jumat (14/8/2020).

Berdasarkan data Bloomberg hingga pukul 13.56 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau masih melemah 0,41 persen atau 60 poin ke level Rp14.835 per dolar AS.

Hingga akhir perdagangan pun, rupiah masih tak bergeming di zona merah, meskipun pelemahannya cenderung menipis pada awal perdagangan. Rupiah ditutup di posisi Rp14.795 per dolar AS dengan pelemahan 20 poin atau 0,14 persen.

Sementara itu, data yang diterbitkan Bank Indonesia hari ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.917 per dolar AS, melemah 40 poin atau 0,27 persen dari posisi Rp14.877 pada Kamis (13/8/2020).

Sejak awal perdagangan, rupiah sudah berada di zona merah dengan pelemahan 0,16 persen atau 24 poin ke level Rp14.799 per dolar AS. Sepanjang perdagangan hari ini, mata uang Garuda bergerak dalam kisaran Rp14.799-Rp14.869 per dolar AS.

Jokowi memaparkan sejumlah hal perekonomian global yang terhuyung akibat pandemi hingga reformasi kesehatan dan pangan. Uraian langsung Sidang Paripurna DPR/MPR bisa disimak di sini

Jokowi mengatakan pandemi Covid-19 telah memaksa pemerintah untuk menggeser 'channel' cara kerja. Dari cara normal, lanjut dia, menjadi cara ekstra-normal.

Menurut Presiden, krisis perekonomian dunia juga terparah dalam sejarah. Ekonomi negara-negara maju bahkan minus belasan persen, sampai minus 17 persen sampai minus 20 persen.

"Ibarat komputer, perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan re-start, harus melakukan re-booting," papar Jokowi.

Presiden Jokowi menyampaikan ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 masih akan terjadi hingga tahun depan, baik global maupun domestik.

"Program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang," katanya dalam pidato dalam rangka penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan, Jumat (14/8/2020).

Di samping itu, katanya, kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB masih akan diperlukan pada tahun depan, dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal.

Presiden Jokowi memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2021 akan berada pada kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen, dengan pertumbuhan tahun depan diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi domestik dan investasi.

"Tingkat pertumbuhan ekonomi ini diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investasi sebagai motor penggerak utama," katanya dalam pidato dalam rangka penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan, Jumat (14/8/2020).

Jika ditelisik ke belakang, mata uang rupiah cenderung tidak banyak merespons setiap pidato kenegaraan Presiden dalam Rapat Tahunan DPR/MPR.

Setelah pidato Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 7 Agustus 2000 rupiah ditutup melemah 22 poin ke Rp8.630 per dolar AS. Hal ini diakibatkan oleh profit taking investor guna mengantisipasi hal buruk di Sidang Tahunan MPR.

Saat itu, Gus Dur memfokuskan pidatonya pada empat pilar program pemulihan ekonomi berkelanjutan, yakni penjagaan dan stabilitas makro ekonomi, penguatan institusi ekonomi, perbaikan kebijakan struktural, serta perlindungan dan pemberdayaan kelompok tertinggal dan tidak mampu.

Sebelumnya, dalam pidato kenegaraan 15 Agustus 1999, nilai tukar rupiah ditutup menguat 25 poin ke level Rp12.875 per dolar AS.

Saat itu, Presiden B.J. Habibie menyampaikan tekad bulat pemerintah untuk mengubah pola pembangunan dan empat kebijakan utama dalam melawan krisis moneter.

Dia mengatakan pemerintah bertekad membangun ekonomi nasional yang sepenuhnya berorientasi kepada kepentingan dan kemakmuran rakyat, serta tidak membenarkan adanya penumpukan kekayaan pada perorangan dan kelompok tertentu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper