Bisnis.com, JAKARTA - China diyakini siap membeli lebih banyak minyak sawit atau crude palm oil (CPO) di sisa tahun ini yang dapat menopang permintaan global dan mendukung komoditas itu melanjutkan tren bullish.
Strategist Eastport Maritime Singapura Andrew Shipley mengatakan bahwa hujan deras dan banjir dalam beberapa pekan terakhir di beberapa bagian China Selatan telah mengganggu laju transportasi pengangkutan kedelai dan mengurangi ketersediaan minyak nabati di Negeri Panda itu. Hal itu pun akan mendorong China meningkatkan impor minyak sawit sebagai alternatif dari keterbatasan persediaan.
"Permintaan CPO untuk September tampaknya masih akan sehat, karena China dapat melakukan restocking menjelang perayaan pertengahan Musim Gugur dan Golden Week pada Oktober,” tulis Shipley seperti dikutip dari publikasi risetnya, Kamis (6/8/2020).
Adapun, impor minyak sawit China masih berada di jalur kenaikan sepanjang kuartal II/2020 seiring dengan pelonggaran pembatasan sosial akibat Covid-19 yang berhasil meningkatkan permintaan. Impor minyak sawit China tercatat naik 20 persen secara month on month (mom) pada Juni 2020, menjadi lebih dari 590.000 ton.
Sementara itu, berdasarkan data Malaysian Palm Oil Council (MPOC) persediaan minyak sawit China pada Juni 2020 berada di posisi 482.900 ton, anjlok 36,1 persen secara year on year (yoy) dan melemah 8,3 persen dari bulan sebelumnya.
Sentimen itu pun berhasil membuat harga CPO berjangka membalik keadaan setelah sempat melemah pada perdagangan Rabu (5/8/2020) karena sentimen produksi minyak kedelai Brazil yang lebih tinggi daripada ekspektasi pasar.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (6/8/2020) hingga pukul 15.03 WIB harga CPO berjangka untuk kontrak Oktober 2020 di bursa Malaysia berada di level 2.763 ringgit per ton. Harga CPO berhasil menguat 1,69 persen atau 46 poin.
Sejak menyentuh level terendahnya pada awal Mei 2020, harga CPO telah pulih sekitar 39,64 persen. Harga CPO saat ini pun semakin dekat dengan level perdagangannya pada awal tahun ini di 2.780 ringgit per ton.