Bisnis.com, JAKARTA — Korelasi positif harga emas dan indeks saham di Amerika Serikat secara mengejutkan terjadi selama beberapa bulan terakhir. Di sisi lain, kekuatan dolar AS tak mampu mengikuti performa emas sebagai sesama aset aman (safe haven).
Ke depannya, Tim Strategis Societe Generale memperkirakan harga emas akan melambung sendiri dalam waktu dekat karena resesi secara global bakal menekan kinerja aset berisiko seperti saham.
“Korelasi saham dan emas secara mengejutkan bisa positif sejak Maret. Namun, meningkatnya tekanan di aset berisiko baru-baru ini membuat performa saham akan berbeda dari emas,” tulis Strategist SocGe termasuk Jitesh Kumar, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (6/8/2020).
Adapun reli indeks S&P 500 sejak Juli diperkirakan tidak akan berlanjut apabila kondisi ekonomi terus memburuk dan The Fed didorong untuk mengambil kebijakan suku bunga negatif.
SocGen menilai kondisi ketidakpastian yang tinggi akan menjadi alasan yang kuat bagi investor untuk mengoleksi emas.
Adapun posisi beli untuk saham-saham di AS selama beberapa bulan terakhir bak menghadapi perang yang dipastikan kalah. Pergerakan harga berfluktuasi tinggi karena pasar selalu merespons setiap sentimen yang datang.
Baca Juga
Sementara, menjual dan ambil untung dari emas belum menjadi pilihan utama.
SocGen melanjutkan, akomodiasi fiskal dan moneter akan terus menopang harga emas walaupun terjadi lockdown lagi.
Adapun, harga emas reli di pasar spot sejak pertengahan Maret 2020 karena suku bunga ril turun ke bawah nol. Investor pun langsung mencari alternatif investasi seperti emas untuk menutupi pelemahan obligasi.
Di sisi lain, dolar AS tampak belum mampu menyamai kekuatan emas. Indeks dolar AS terpantau masih melemah 0,12 persen ke level 92.760 pada Kamis (6/8/2020) pukul 11.47 WIB.
Chief Strategist Pictet Asset Management Luca Paolini mengatakan pihaknya masih bearish terhadap greenback. Menurutnya, prospek pelemahan ekonomi dan defisit neraca berjalan di Negeri Paman Sam akan menekan performa dolar AS.
Ditambah lagi, ketidakpastian akan semakin bertambah apabila Presiden Donald Trump kalah dalam Pemilu tahun ini.
“Kami masih overweight untuk emas—aset paling menarik dan likuid—di tengah risiko inflasi, pelemahan dolar AS, meningkatnya risiko geopolitik, dan ketidakpastian pandemi,” kata Paolini.