Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Produksi OPEC+ Berlaku Agustus, Investor Waspada

Harga minyak bergerak turun seiring dengan meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap banjirnya pasokan karena OPEC+ akan menurunkan level pengurangan produksi mulai Agustus.
Rangkaian kereta pengangkut minyak mentah, bahan bakar, dan gas cair dalam posisi miring di stasiun kereta Yanichkino, menuju ke kilang Gazprom Neft PJSC Moscow di Moskow, Rusia/Bloomberg-Andrei Rudakov
Rangkaian kereta pengangkut minyak mentah, bahan bakar, dan gas cair dalam posisi miring di stasiun kereta Yanichkino, menuju ke kilang Gazprom Neft PJSC Moscow di Moskow, Rusia/Bloomberg-Andrei Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA - Investor mulai bersiap menghadapi sentimen peningkatan kapasitas produksi oleh organisasi negara pengekspor minyak atau OPEC yang mulai berlaku pada Agustus 2020.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (3/8/2020) hingga pukul 16.32 WIB harga minyak jenis WTI untuk kontrak September 2020 di bursa Nymex berada di level US$39,73 per barel, terkoreksi 1,34 persen atau 0,54 poin. Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak Agustus 2020 di bursa ICE bergerak melemah 1,08 persen atau 0,47 poin ke level US$43,05 per barel.

Tim Riset Monex Investindo Futures mengatakan bahwa harga minyak bergerak turun seiring dengan meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap banjirnya pasokan karena OPEC+ akan menurunkan level pengurangan produksi mulai Agustus.

Untuk diketahui, OPEC dan sekutunya telah sepakat pada pertemuan Juli lalu untuk melonggarkan kebijakan pemangkasan produksinya seiring dengan permintaan yang diyakini mulai pulih.

Koalisi 23 negara yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia itu akan menambahkan masing-masing sekitar 1 juta barel per hari dari kapasitas produksinya yang akan dimulai pada Agustus.

Dengan demikian, secara kumulatif aliansi itu akan memangkas masing-masing sekitar 7,7 juta barel per hari pada Agustus. Hal itu dilakukan setelah memangkas produksi sekitar 10 juta barel per hari selama tiga bulan berturut-turut untuk menstabilkan pasar dan mendukung harga minyak.

“Harga minyak mentah WTI berpotensi bergerak turun menguji level support US$39,65 per barel, penurunan dari level support tersebut berpotensi menekan harga minyak untuk menguji level support selanjutnya di US$39,40 dan US$39,15 per barel,” tulis Tim Riset Monex Investindo Futures seperti dikutip dari publikasinya risetnya, Senin (3/8/2020).

Sementara itu, jika harga mampu bergerak naik, harga minyak WTI berpotensi menguji level resisten di US$40,4 per barel. Penembusan level resisten tersebut berpeluang menopang minyak menguji resisten selanjutnya di US$40,65 per barel dan US$40,9 per barel.

Peningkatan kapasitas produksi itu dikhawatirkan dapat merusak tren bullish minyak untuk pulih dari rendahnya harga yang sempat anjlok ke area negatif. Pasalnya, pada bulan lalu, harga minyak jenis WTI telah bergerak menguat 2,5 persen, melanjutkan penguatan sekitar 13,47 persen sepanjang Juni.


Kepala Strategi Pasar CMC Markets Asia Pacific Sydney Michael McCarthy mengatakan bahwa pelonggaran pemangkasan produksi oleh OPEC dan sekutunya telah dihargai oleh para investor.

Investor menanggapi negatif sentimen itu karena prospek permintaan pun belum cukup menjanjikan seiring dengan kenaikan kasus Covid-19 di beberapa negara masih berlangsung. Pasar khawatir, tingginya kasus baru Covid-19 dapat memicu kembali pembatasan sosial di beberapa negara yang akan melemahkan permintaan minyak mentah.

“Kami juga memiliki kekhawatiran tentang meningkatnya ketegangan antara AS dan China,” ujar McCarthy seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (3/8/2020).

Padahal, sebelumnya Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman meyakini bahwa peningkatan produksi ini tidak akan mempengaruhi reli minyak
dan menilai dampaknya bahkan hampir tidak akan terasa.

Senada, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan bahwa pemangkasan produksi akan sejalan dengan tren pasar sehingga seharusnya tidak akan berpengaruh negatif terhadap harga minyak saat ini.

“Hampir semua kenaikan produksi itu akan dikonsumsi oleh pasar domestik negara-negara produsen karena permintaan dalam negerinya sudah berangsur pulih,” ujar Novak.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper