Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garuda Indonesia (GIAA) Proses Bridging Loan Rp2 Triliun dari Himbara

Perseroan mencari alternatif sumber pendanaan sambil menunggu pencairan pinjaman pemerintah. Emiten berkode saham GIAA itu tengah membahas bridging loan dengan Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara.
Teknisi beraktivitas di dekat pesawat Boeing 737 Max 8 milik Garuda Indonesia, di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019)./Reuters-Willy Kurniawan
Teknisi beraktivitas di dekat pesawat Boeing 737 Max 8 milik Garuda Indonesia, di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019)./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tengah memproses pinjaman jangka pendek atau bridging loan sebagai alternatif sambil menunggu pencairan dana pinjaman dari pemerintah.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan dana pinjaman dari pemerintah yang disetujui oleh Komisi VI DPR senilai Rp8,5 triliun masih dalam proses. Pihaknya memperkirakan anggaran itu baru akan cair pada kuartal IV/2020.

“Kami berharap Oktober 2020 atau November 2020 [dana pinjaman pemerintah Rp8,5 triliun] sudah sangat bagus,” ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Irfan mengatakan perseroan mencari alternatif sumber pendanaan sambil menunggu pencairan pinjaman pemerintah. Emiten berkode saham GIAA itu tengah membahas bridging loan dengan Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara.

Dia menyebut pembahasan bridging loan tengah dilakukan dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI). Pinjaman itu diharapkan dapat segera cair dalam waktu dekat.

“Kami minta [bridging loan] sekitar Rp2 triliun. Kami sudah bicara dengan Himbara,” jelasnya.

Sebelumnya, GIAA mengungkapkan kebutuhan pembiayaan sebesar Rp9,5 triliun untuk membiayai operasional. Maskapai pelat merah itu mengharapkan dana talangan dari pemerintah dalam bentuk mandatory convertible bond senilai Rp8,5 triliun untuk dapat menjaga likuiditas dan solvabilitas pada 2020—2023.

Manajemen GIAA menyebut pandemi Covid-19 telah membuat pendapatan perseroan hingga turun 90 persen. Di sisi lain, perseroan hanya mampu menurunkan biaya operasional sebesar 60 persen.

Pada 1 Juli 2020, GIAA itu melaporkan cash flow yang ada di perusahaan hanya sekitar US$14,5 juta. Sementara itu, sementara pinjaman ke bank dan lembaga keuangan senilai US$1,3 miliar dan utang usaha serta pajak US$905 juta.

Dalam laporan keuangan per 30 Juni 2020, GIAA menyampaikan total pendapatan usaha perseroan sebesar US$917,28 juta. Nilai itu anjlok 58,18 persen year on year (yoy) dari sebelumnya US$2,19 miliar pada semester I/2020.

Garuda Indonesia membukukan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk US$712,73 juta, atau setara dengan Rp10,19 triliun pada semester I/2020. Nilai itu berbalik dari laba bersih US$24,11 juta per 30 Juni 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper