Bisnis.com, JAKARTA - Perak melonjak ke level tertinggi dalam hampir tujuh tahun mengekor lonjakan harga emas.
Investor telah berbondong-bondong ke logam mulia sehingga menyebabkan lonjakan permintaan untuk aset safe haven di tengah gelombang peningkatan kasus Covid-19 yang memperlambat pertumbuhan dan tingkat suku bunga riil negatif di AS.
Setelah keberhasilan negosiasi paket stimulus Eropa minggu ini, fokus pasar beralih ke negosiasi antara Republik dan Demokrat mengenai legislasi kebijakan ekonomi di AS.
Kepemilikan dana di aset yang didukung oleh logam mulia berada pada titik tertinggi sepanjang masa. Perak, yang digunakan dalam produk-produk manufaktur mulai dari panel surya hingga elektronik, mendapat tambahan dorongan dari kekhawatiran pasokan dan penawaran dari lonjakan kebutuhan industri.
"Seperti emas, perak telah diuntungkan tahun ini dari permintaan safe haven dan penurunan imbal hasil dari obligasi jangka panjang AS," Vivek Dhar, seorang analis di Commonwealth Bank of Australia, mengatakan dalam sebuah catatan.
Menurutnya, imbal hasil rendah pada akhirnya meningkatkan daya tarik aset tanpa bunga seperti logam mulia.
"Reli perak yang berkelanjutan dapat berlanjut, terutama ketika permintaan dan kekhawatiran pasokan ditambahkan ke dalam campuran.”
Harga spot silver naik sebanyak 6 persen menjadi US$22,5821 per ounce, tertinggi sejak 2013, dan diperdagangkan pada US$22,533 pada 08:19 waktu Singapura. Bursa berjangka Comex melonjak sebanyak 6,5 persen.
"Perak melonjak, dan kami pikir itu kemungkinan akan tetap kuat," kata James Steel, kepala analis logam mulia di HSBC Securities (USA) Inc., dalam sebuah catatan.
“Beberapa investor yang mungkin tidak berpartisipasi penuh dalam reli emas dapat menemukan perak yang menarik. Kami percaya ini terjadi dan masih dapat mempertahankan perak dengan harga yang lebih tinggi lagi. ”