Bisnis.com, JAKARTA — PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. mengharapkan pencairan utang pemerintah dapat dilakukan segera atau paling lambat kuartal IV/2020.
Emiten kontraktor pelat merah bersandi saham WIKA itu merupakan salah satu perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yang akan menerima pencairan utang pemerintah. Perseroan akan menerima dana pemerintah senilai Rp59,91 miliar.
Direktur Keuangan Wijaya Karya Ade Wahyu mengatakan utang pemerintah senilai Rp59 miliar berasal dari dana talangan atas pembebasan lahan jalan tol yang dilakukan oleh perseroan. WIKA mengharapkan pencairan dana dapat dilakukan segera pada 2020 atau paling lambat kuartal IV/2020.
Ade mengatakan pencairan dana talangan itu akan berdampak positif kepada perseroan. WIKA juga telah memiliki rencana penggunaan.
“Dananya akan digunakan untuk tambahan modal kerja perseroan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (16/7/2020).
WIKA masih memiliki kontrak dihadapi atau order book senilai Rp80,71 triliun hingga Mei 2020. Dengan demikian, perseroan masih bisa terus melakukan produk dengan modal kontrak yang sudah ada hingga 2022.
Baca Juga
Di sisi lain, WIKA mengklaim rasio keuangan masih sehat. Rasio kemampuan kas untuk membayar utang jangka pendek atau debt service coverage ratio (DSCR) 2,18 kali pada kuartal I/2020.
Selain itu, interest coverage ratio masih pada kisaran 3,18 kali. Artinya, laba sebelum pajak dan bunga WIKA 3,18 kali lebih besar dari beban bunga yang harus dibayar.
Sebelumnya, Sekretaris Wijaya Karya Mahendra Vijaya menyampaikan perseroan juga akan mempertajam fokus rencana proyek-proyek investasi pada tahun ini.
Dia mengatakan investasi akan difokuskan pada proyek yang memiliki payback period dan internal rate of return (IRR) tinggi.
“Sasaran kami masih sektor energi dan industri, sekitar 50 persen sampai 60 persen. Dua sektor ini lebih menjanjikan untuk investasi. Sisanya, baru ke infrastruktur dan properti,” katanya.
Pada tahun ini Wijaya Karya menargetkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp11,5 triliun. Adapun dari sisi kontrak baru, perseroan menargetkan pertumbuhan sedikitnya Rp65 triliun.