Bisnis.com,JAKARTA— Pergerakan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dibuka stagnan pada sesi awal perdagangan Rabu (8/7/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, harga saham emiten berkode saham GIAA itu dibuka stagnan atau tidak berubah pada pembukaan sesi Rabu (8/7/2020). Harga saham mengawali perdagangan di level Rp248 atau sama dengan penutupan sebelumnya.
GIAA mencoba lepas landas dengan menguat 0,81 persen ke level Rp250 hingga pukul 09:15 WIB. Pergerakan saham dalam sepekan terakhir naik 2,46 persen.
Dalam tiga bulan terakhir, laju saham GIAA tengah mencoba bangkit dengan menguat 42,86 persen. Harga bergerak dengan kisaran support Rp157 dan resistance Rp310.
Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, dilaporkan tujuh maskapai luar negeri gulung tikar akibat terdampak Covid-19. Tujuh perusahaan penerbangan itu yakni Latam Airlines Group (Chile), Avianca (Kolombia), Flybe (Inggris), Virgin Australia (Australia), Compass Airlines (AS), Trans States Airlines (AS), dan Thai Airways (Thailand).
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebut ancaman kepailitan membayangi sejumlah maskapai baik nasional maupun internasional. Industri penerbangan menurutnya tengah mengalami pukulan yang sangat besar.
Baca Juga
Sebagai jalan keluar, Irfan menyebut perseroan pun telah mengeksplorasi sejumlah opsi. GIAA telah melakukan penyesuaian kapasitas, optimalisasi potensi untuk layanan kargo dan sewa, dan negosiasi ulang dengan lessor atau pihak yang menyewakan pesawat.
GIAA mengalami penurunan pendapatan 30,14 persen secara tahunan menjadi US$768,12 juta pada kuartal I/2020. Pendapatan maskapai BUMN itu turun karena berkurangnya pendapatan dari penerbangan berjadwal yang menjadi sumber utama pendapatan perseroan.
Dengan demikian, Garuda Indonesia membukukan rugi bersih mencapai US$120,16 juta per 31 Maret 2020 atau berbalik dari posisi untung US$20,48 juta pada kuartal I/2019.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan pemerintah akan melakukan segala upaya untuk menjaga Garuda dari ancaman kebangkrutan. Dia menjelaskan bahwa saat ini 90 persen perseroan pelat merah mengalami penurunan kinerja akibat pandemi Covid-19.
Kendati demikian, Erick menyatakan Garuda Indonesia harus tetap ada untuk menghindari monopoli industri penerbangan di Indonesia. Penutupan maskapai pelat merah itu akan membuat satu maskapai menguasai pangsa pasar.