Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral India, The Reserve Bank of India (RBI), diperkirakan akan melancarkan kebijakan pengendalian tingkat imbal hasil (yield curve control) yang berbeda dari negara lain guna memberi bantalan terhadap perekonomian negara tersebut selama pandemi virus corona.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (16/6/2020), Chief Economist di ICICI Securities Primary Dealership Ltd., Mumbai A. Prasanna mengatakan, RBI kemungkinan akan melakukan pembelian obligasi dalam jangka waktu tertentu untuk menekan kenaikan tingkat imbal hasil (yield) obligasi India.
Kebijakan tersebut dilakukan guna mengakselerasi pemotongan suku bunga di negara tersebut. Langkah ini juga amat berbeda dari kebijakan yang dilakukan oleh Bank of Japan ataupun Reserve Bank of Australia.
“Kebijakan yang diterapkan RBI kemungkinan akan melibatkan intervensi sporadis yang kuat pada batasan tertentu. Mereka juga akan membatasi penjualan obligasi, tetapi juga tidak akan menetapkan jenis-jenis yang tidak dapat dijual,” jelas Pranna dalam laporannya.
Sejauh ini, RBI telah menunjukkan ketegasannya dalam upaya menjaga tingkat suku bunga yang rendah. Meski demikian, jarak antara obligasi benchmark seri 2029 dan surat utang dengan tenor 2 tahun nyaris mendekati spread terbesarnya dalam satu dekade.
Dalam laporan tersebut, RBI diperkirakan akan membeli obligasi sebanyak 3 triliun Rupee hingga 6 triliun Rupee (US$79 miliar) pada tahun ini untuk implementasi langkah tersebut. Adapun sejak April 2020, RBI telah membeli obligasi sebesar 1,2 triliun Rupee yang turut membantu menurunkan yield obligasi seri 2029 dengan kupon 6,45 persen sebanyak 50 basis poin.
Baca Juga
“RBI harus membuat batasan intervensi sedekat mungkin dengan tingkat pasar saat ini. Kebijakan yang mendukung langkah ini akan turut mendorong pelaku pasar mengikuti pemikiran RBI,” jelas Pranna.
Yield-curve control adalah kebijakan yang melibatkan pembelian atau penjualan obligasi terbitan pemerintah guna mendapatkan tingkat imbal hasil tertentu. Kebijakan ini telah dilakukan Jepang selama bertahun-tahun dan baru-baru ini diadopsi oleh Australia.
Para ekonom memperkirakan langkah serupa akan dilakukan oleh AS dalam beberapa bulan ke depan guna memberi dukungan ekonomi lebih lanjut kepada pelaku usaha dan rumah tangga.