Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas berjangka turun setelah data payroll Amerika Serikat turun lebih rendah dari perkiraan para ekonomi. Kondisi itu mengakibatkan turunnya permintaan terhadap logam sebagai aset safe haven.
Berdasarkan data Bloomberg, Minggu (10/5/2020), harga emas berjangka untuk kontrak Juni 2020 di bursa Comex, New York, Amerika Serikat (AS) turun 0,7 persen ke level US$1.713,90 per ounce. Emas tercatat masih naik 0,8 persen pekan ini atau mengalami rebound dari kerugian pekan sebelumnya.
Dilansir Bloomberg, Pemerintah Amerika Serikat melaporkan pemangkasan 20,5 juta pekerja pada April 2020. Keputusan itu mendorong tingkat pengangguran tertinggi sejak masa krisis ‘The Great Depression’.
Kendati demikian, pemangkasan tenaga kerja itu lebih rendah dari estimasi konsensus yang memperkirakan pemangkasan hingga 22 juta tenaga kerja. Hal itu mendorong kenaikan ekuitas berjangka dan yield US Treasury tenor 10 tahun.
Bloomberg mencatat emas batangan berada di bawah tekanan baru-baru ini karena dorongan untuk pembukaan kembali ekonomi. Sentimen ini memicu optimisme pelaku pasar bahwa dampak terburuk dari penyebaran COVID-19 telah berakhir.
Kendati demikian, data pemangkasan tenaga kerja AS pada April 2020 seolah menghapus semua upaya penambahan dalam satu dekade terakhir. Indikator itu menunjukkan betapa sulitnya lapangan pekerjaan bagi sebagian besar warga Negeri Paman Sam.
"Hasil awal adalah bahwa tingkat pengangguran kurang buruk dari ekspektasi sehingga membawa harga emas kepada downside. Namun, perlu diingat bahwa tingkat pengangguran AS sangat tinggi,” ujar Naeem Aslam, Kepala Analis pasar Ava Trade seperti dilansir Bloomberg, Minggu (10/5/2020).
Bloomberg menyebut logam merupakan aset tanpa bunga yang dapat dicari selama periode pasar yang intens. Bahkan, Bank of America memperkirakan harga emas akan naik hingga US$3.000 per ounce.
Seperti diketahui, Bank of America mengerek target harga emas dari US$2.000 per troy ounce sebelumnya. Proyeksi itu dinaikkan sejalan dengan langkah para pembuat kebijakan di seluruh dunia yang mengeluarkan sejumlah stimulus fiskal dan moneter untuk menopang perekonomian yang dirugikan akibat Covid-19.