Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Uranium Bertenaga Saat Mayoritas Komoditas Loyo

Uranium, komoditas yang menjadi bahan baku nuklir menunjukkan kinerja moncer ketika mayoritas harga komoditas justru tak bertenaga
Tambang uranium. /iaea
Tambang uranium. /iaea

Bisnis.com, JAKARTA—Saat hampir seluruh harga komoditas loyo akibat terdampak pandemi Covid-19, uranium justru meroket.

Dikutip dari Bloomberg pada Sabtu (18/4/2020), logam radioaktif itu menunjukkan kenaikan harga sebesar 31 persen pada tahun ini sehingga menempatkannya sebagai komoditas dengan kinerja paling moncer.

Kenaikan harga uranium terdorong akibat turunnya pasokan dari tambang sehingga lebih dari sepertiga produksi tahunan secara global. Di sisi lain, permintaan uranium untuk kebutuhan pembangkit listrik relative stabil.

Di tengah kebutuhan energi termasuk nuklir yang terdampak pandemic, banyak pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang harus tetap beroperasi. Hal itu diakibatkan karena pembangkit listrik yang menggunakan tenaga batu bara dan gas lebih mudah untuk dihentikan kegiatannya.

“Bukan hanya karena Covid-19 yang berimbas pada permintaan tenaga listrik dari nuklir, namun karena imbas pasokan,” ujar Portfolio Manager di Horizons ETF, Nick Piquard.

Bloomberg mencatat beberapa komoditas yang terkait dengan energi seperti minyak mentah jenis WTI untuk kontrak Mei 2020 ditutup melemah 8,05 persen ke level US$18,27 per barel. Sementara itu, gas alam ditutup menguat 3,97 persen ke US$1,75 per MMBtu.

Sementara itu, harga batu bara Newcastle untuk kontrak April pada bursa ICE tercatat menguat 0,16 persen ke level US$62 per ton pada penutupan perdagangan.

Adapun, industri uranium sempat dihindari sejak bencana Fukushima pada 2011. Bencana tersebut memantik penghentian kegiatan reaktor nuklir sejalan dengan perumusan kembali penggunaan tenaga nuklir secara glolobal.

Kondisi tersebut berimbas pada penumpukan pasokan uranium sehingga memangkas harga hingga 75 persen pada 2011. Dua industri besar uranium yakni Kazaktomprom, asal Kazakstan dan Cameco Corporation asal Kanada telah menurunkan produksi uranium dalam titga tahun terakhir untuk mengurangi kebanjiran pasokan secara global.

Kazaktomprom telah mengumumkan pengurangan kegiatannya pada tambang uranium selama 3 bulan. Sementara itu, Cameco melanjutkan pengurangan produksi.

Dengan demikian, 46 juta pounds atau 35 persen dari total produksi global uranium secara tahun terpangkas.

Harga uranium diperdagangkan di New York Mercantile Exchange telah naik 36 persen sejak pertengahan Maret menjadi US$32,5 per pound. Adapun, kinerja Cameco, Uranium Participation Corp., North Shore Global Uranium Mining ETF and Horizons Global Uranium Index ETF telah menanjak sekira 50 persen.

Analis Scotiabank, Orest Wowkodaw menyebut skenario tersebut akan menjadi titik balik bagi komoditas uranium setelah lesu selama 10 tahun.

Juru bicara Cameco Jeff Hryhoriw mengatakan kondisi pandemi bisa memperlambat logistik seperti pengapalan dan penerbangan dari pemasok ke konsumen. “Kami telah mengatakan bahwa untuk sementara kendati persedian pada industri kami tinggi, mobilitas persediaan yang penting,” katanya.

Sama seperti di negara lainnya, reaktor nuklir di Amerika Serikat menjadi infrastruktur penting sehingga diwajibkan agar tetap berjalan. Komisi Regulator Nuklir telah mengirimkan panduan untuk penerapan jam kerja lebih panjang kepada para pekerja. Hal itu telah disampaikan sejak Maret 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper