Bisnis.com, JAKARTA—Kegiatan penggalangan dana melalui penerbitan surat utang korporasi hingga akhir Maret 2020 anjlok 83,31 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Dikutip dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sabtu (18/4/2020), realisasi penerbitan obligasi korporasi hanya Rp18,43 triliun atau turun 83,31 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Adapun, pada akhir Maret 2019, penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp110,41 triliun.
Hal yang sama juga terjadi pada instrumen sukuk yang turun 88,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Pada tahun ini, realisasi penerbitan sukuk korporasi hanya Rp1,42 triliun padahal pada akhir Maret 2019 realisasinya menyentuh Rp12,57 triliun.
Tren yang sama juga terjadi pada penerbitan surat berharga negara baik berupa surat utang negara maupun sukuk. Hingga akhir Maret, pemerintah menerbitkan Rp180,87 triliun, jauh lebih rendah dari periode yang sama tahun 2019 yakni Rp689,47 triliun.
Untuk surat utang korporasi, tahun 2020 merupakan harapan naiknya aksi penggalangan dana. Alasannya, kondisi tahun lalu aktivitas penggalangan dana tertahan momentum politik.
Di sisi lain, tahun ini jumlah surat utang korporasi jatuh tempo tergolong jumbo yakni Rp100 triliun.
Pada akhir 2019, Direktur PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Wahyu Trenggono memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi juga akan seret di tahun depan karena belum bisa mengulang angka penerbitan tertinggi seperti di tahun 2017. Hal itu mengacu pada realisasi pada 2015 yakni setahun setelah pesta demokrasi. Pada saat itu, penerbitan obligasi korporasi melampaui nilai surat utang yang jatuh tempo namun belum terakselerasi.
Pada 2020, secara umum, kondisinya akan sama meskipun di tahun 2015 kondisi global lebih optimistis. Oleh karena itu, dengan nilai surat utang yang akan jatuh tempo sebesar Rp100 triliun, dia memperkirakan penerbitan surat utang baru akan berada di kisaran Rp155 triliun hingga Rp170 triliun yakni naik 75% dari nilai surat utang jatuh tempo.
Dengan kondisi ekonomi yang melambat, dia memperkirakan bank sentral di berbagai negara masih akan menempuh pelonggaran moneter. Seperti diketahui, pada Agustus 2019 kurva yield Tresuri AS menunjukkan pola terbalik yang menggambarkan potensi krisis sehingga bank sentral akan berupaya untuk membuat dana semakin murah yang menggerakkan pertumbuhan.
“[Kemungkinan] ada peningkatan [penerbitan surat utang] sekitar 75% [dari nilai surat utang jatuh tempo],” katanya.