Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berjuang mempertahankan momentum rekor penguatan yang mampu dibukukannya setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merecoki perang harga antara Arab Saudi dan Rusia.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April turun 5 sen ke level US$25,17 per barel di New York Mercantile Exchange pada perdagangan Jumat (20/3/2020) pukul 09.21 pagi waktu Sydney.
Pada perdagangan Kamis (19/3/2020), WTI kontrak April berhasil melonjak US$4,85 atau 24 persen, rekor kenaikan terbesarnya dalam satu hari, dan ditutup di level US$25,22 per barel.
Sejalan dengan WTI, minyak Brent kontrak Mei melonjak US$3,59 atau 14 persen dan berakhir di level US$24,87 per barel di ICE Futures Europe Exchange London pada Kamis.
Trump mengatakan ia sedang mencari "jalan tengah" untuk memecahkan kebuntuan antara dua negara adidaya minyak yakni Arab Saudi dan Rusia.
Kedua negara tersebut berjanji akan memompa lebih banyak produksi minyak setelah pertemuan koalisi OPEC+ gagal mencapai titik temu pada awal Maret.
Baca Juga
Pemerintah AS juga mengatakan akan memulai komitmennya untuk mengisi Cadangan Minyak Strategis-nya (Strategic Petroleum Reserve) dengan membeli 30 juta barel minyak Amerika.
Sementara itu, Arab Saudi telah memerintahkan raksasa minyaknya, Saudi Aramco, untuk menjaga produksi pada rekor tertinggi 12,3 juta barel per hari selama beberapa bulan mendatang.
Namun, suatu langkah mengejutkan datang pada Kamis (19/3), ketika Saudi dan Irak memangkas potongan harga pada biaya pengiriman yang mereka berikan kepada pelanggan, sehingga secara efektif mengangkat harga.
“Perang harga ini adalah 'lose-lose strategy' untuk Saudi dan Rusia,” tutur analis di MUFG Bank Ltd. dalam sebuah catatan. Prospek fiskal dan pendapatan kedua negara akan menantang jika harga minyak bertahan di bawah level US$40 per barel untuk periode berkepanjangan.
"Strategi tersebut tidak pernah berakhir dengan baik, dan penurunan tajam dalam harga minyak di bawah level US$30 menandakan bahwa perang harga minyak kemungkinan akan berumur pendek, dalam pandangan kami,” paparnya, seperti dilansir Bloomberg.
Kendati mampu melonjak pada Kamis, pasar minyak masih di jalur untuk penurunan mingguan keempat dan telah merosot hampir 60 persen sepanjang tahun ini di tengah guncangan permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat wabah virus corona (Covid-19).