Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah rebound dan naik tajam pada perdagangan pagi ini, Kamis (19/3/2020), saat investor mencermati upaya para pembuat kebijakan di seluruh dunia untuk memperkuat ekonomi menghadapi jeratan pandemi virus corona (Covid-19).
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April melonjak US$1,54 ke level US$21,91 per barel di New York Mercantile Exchange pada pukul 10.48 pagi waktu Singapura.
Pada perdagangan Rabu (18/3/2020), minyak WTI kontrak April berakhir tersungkur 24 persen ke level US$20,37, level terendahnya sejak Februari 2002, akibat tertekan tanda-tanda eskalasi perang harga Arab Saudi dengan Rusia.
Sejalan dengan rebound WTI, harga minyak Brent kontrak Mei pagi ini melonjak 2,6 persen ke level US$25,52 per barel di ICE Futures Europe Exchange, setelah menyentuh level terendahnya sejak Mei 2003 pada Rabu.
Meski telah dihantam oleh guncangan ganda dari runtuhnya permintaan dan banjir pasokan, minyak bersama pasar lainnya mendapat beberapa dorongan dari langkah-langkah stimulus otoritas global.
Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) meluncurkan program pembelian obligasi darurat, sedangkan Senat AS meloloskan rancangan undang-undangan (RUU) fase kedua guna menanggapi wabah corona.
ECB mengumumkan program pembelian obligasi senilai 750 miliar euro (US$820 miliar) setelah mengadakan pertemuan tak terjadwal pada Rabu (18/3/2020) malam.
Di sisi lain, penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan pemerintah AS mungkin mengambil langkah equity position (investasi yang dilakukan oleh pihak ketiga) sebagai bagian dari penyelamatan korporasi.
Kudlow mengatakan pemerintah dapat meningkatkan standar di luar proposal stimulus senilai US$1,3 triliun dan mengingatkan bahwa ide untuk langkah equity position itu hanyalah salah satu dari banyak upaya yang dapat dilakukan.
Sementara itu, penyebaran pandemi virus corona secara global terus meningkat, dengan jumlah kasus yang dikonfirmasi di Eropa kini melampaui China.
Jumlah korban jiwa di Italia telah melonjak menjadi hampir 3.000 orang, sementara Inggris memberlakukan kontrol yang lebih ketat pada segala aktivitas termasuk menutup semua sekolah.
“Hanya ada volatilitas ekstrem di pasar saat ini karena para pelaku mencoba mencermati dampak ekonomi dari virus corona dan apa artinya bagi permintaan minyak,” ujar Daniel Hynes, seorang analis di Australia & New Zealand Banking Group Ltd. di Sydney.
“Tingginya tingkat ketidakpastian seputar dampak pukulannya terhadap permintaan menunjukkan bahwa pasar akan terus menguji level ini dan mengundang semacam reaksi dari para produsen,” tambahnya.
Di tengah upaya para produsen minyak terbesar dunia untuk meningkatkan produksi dan ekspor, Senator AS Kevin Cramer menyerukan Presiden Donald Trump agar melarang impor minyak mentah dari Rusia, Arab Saudi dan anggota OPEC lainnya.
Hal tersebut merupakan respons terhadap tindakan negara-negara tersebut baru-baru ini untuk “mendistorsi pasar energi” ketika permintaan sudah lemah.