Bisnis.com, JAKARTA - Djarum Foundation menggelar pelatihan leadership development kepada penerima program Djarum Beasiswa Plus atau Beswan Djarum angkatan ke-35 di Hotel Eastparc Yogyakarta, mulai 8-11 Maret 2020. Mereka dibekali materi menjadi sosok pemimpin masa depan.
Puluhan mahasiswa-mahasiswi pilihan yang bakal menjadi calon pemimpin bangsa tersebut, selama empat hari berturut-turut menerima pelatihan soft skill dari pembicara yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya yang telah disiapkan Djarum Foundation.
Sejumlah pemateri tersebut antara lain Galuh Paskamagma yang memberikan materi Gritty Leadership, Margareta Astaman dengan Critical Writing, Riko Anggara dengan materi Effective Oral Communication, serta James Gwee dengan materi Motivating & Inspiring Others.
Margareta Astaman, CEO Java Fresh, yang telah belasan tahun menjadi pemateri dalam Leadership Development inisiasi Djarum Foundation, mengatakan bahwa seorang pemimpin yang baik tidak hanya visioner dan memiliki grit, tapi juga harus mampu berpikir kritis, dan menuangkannya dalam sebuah tulisan.
Oleh sebab itu, perempuan yang biasa disapa Margie itu menekankan kepada para peserta Leadership Development tentang pentingnya pola berpikir kritis. Pola berpikir kritis sangat penting dalam proses menulis kritis bagi seorang leader.
Menurutnya, seringkali kesalahan yang banyak dilakukan para penulis pemula, adalah hanya menggunakan satu sumber untuk mendukung ide mereka. Bahkan, tidak jarang banyak yang terjebak hanya opini pribadi.
Sementara dalam critical writing, dibutuhkan lebih dari satu sudut pandang atau narasumber. Lebih jauh, menulis kritis juga mensyaratkan informasi harus dikaji lebih dulu, tidak diterima bulat dan mentah.
Karena itulah, menurut jebolan termuda pemegang nilai tertinggi dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura itu, sebelum memulai proses critical writing, yang harus dikuasai terlebih dahulu adalah critical reading. Keduanya merupakan bagian dari pengembangan critical thinking.
"Critical reading sangat berguna untuk memilah konten-konten yang ada. Untuk mengetahui fakta atau hoaks," ujarnya.
Menurutnya, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menganalisis kebenaran suatu berita. Pertama, cek kredibilitas media yang menulis berita.
Kedua, cara atau jalan konten dan materi tersebut sampai di tangan penulis. Pasalnya, pada era post truth seperti saat ini, semua dihadapkan kepada pola konsumsi konten yang cenderung fanatik, hanya memilih sesuai kesukaan atau preferensi subyektif.
Guna mengeliminir sisi subyektif itulah harus diimbangi dengan berita atau sumber lainnya. Cara ketiga, cek apakah tulisan tersebut adalah opini atau fakta. Keempat, cari tahu siapa yang menjadi narasumber di dalamnya. Kelima, kapan konten itu ditulis.
"Jadikan critical reading ini sebuah kebiasaan ketika menerima sebuah konten. Karena itulah yang akan menjadikan Anda punya karakter seorang pemimpin yang bisa memberi keputusan terbaik,” ujar Margie.
Kemudian, setelah menjadi pembaca yang kritis, naik level menjadi penulis yang kritis. Namun demikian, dalam membuat tulisan kritis, terdapat tiga hal utama yang harus diperhatikan, yakni audiens, mega argumen, serta balancing point.
Pertama, audiens. Hal ini penting, karena seperti tujuan dari critical writing yakni untuk mengarahkan pembaca agar mengambil keputusan yang tepat, maka dari itu harus dipikirkan dengan matang siapa audiensnya.
Pasalnya, dengan mengetahui karakter calon pembaca, maka penulis bisa mengarahkan isi konten, baik dari segi bahasa maupun dari segi preferensi pembaca.
Kedua, mega argumen, yang didukung dengan data. Data pendukung menjadi hal penting, karena itu yang akan membedakan antara tulisan provokatif dengan tulisan kritis.
Menurutnya sebuah tulisan kritis yang baik ditunjang dengan banyak fakta dan data penunjang. “Semakin banyak bahan pendukung, akan semakin kuat tulisan dan mudah meyakinkan pembaca bahwa ide yang dituliskan adalah yang terbaik,” ujarnya.
Ketiga, yang tak kalah penting adalah balancing point, ini untuk menjadikan tulisan semakin objektif. "Misalnya dengan membandingkan ide-ide yang mirip dan telah berkembang sebelumnya, serta menambahkan unsur kebaruan di sana," ujarnya.
Menurutnya setelah ketiga hal tersebut dilakukan, langkah selanjutnya adalah menyusun semua poin-poin itu ke dalam sebuah struktur piramida terbalik.
Poin-poin tersebut disusun berdasarkan kebutuhan audiens, bukan penulis. Pada piramida paling atas adalah poin yang paling penting, sedangkan yang paling bawah adalah tambahan detail yang tidak begitu penting.
"Yang paling atas, yang paling penting inilah letak mega argumen-nya, yakni pesan utama apa yang ingin disampaikan dalam tulisan itu," ujarnya.
Bagian awal inilah yang paling penting dan krusial, karena beberapa kata pertama menentukan nasib tulisan tersebut apakah akan dibaca lebih lanjut atau tidak oleh pembaca.
Kemudian di lapis kedua adalah argumen pendukung utama, lapis ketiga adalah argumen pendukung kedua tanpa bertentangan dengan mega argumen, dan seterusnya sampai ke bagian yang paling bawah yang bisa dihapus kapan saja karena sifatnya yang tidak penting.
Meski demikian, dalam menulis kritis, sebaiknya juga dihindari penggunaan kata sifat tapi bisa diganti dengan dideskripsikan, sehingga pembaca bisa mendapat kesimpulan rasa yang sama dengan penulis.
"Selain itu hindari penggunaan jargon atau kata-kata yang tidak umum. Karena tujuan kita menulis kritis adalah meyakinkan pembaca. Kalau menggunakan kata-kata yang susah, maka mereka akan malas meneruskan membaca atau bingung,” ujarnya.
Selain itu juga lebih baik menggunakan kalimat aktif daripada pasif. "Terakhir, buat judul tulisan yang KISS, yakni Keep It Simple and Smart. Yakni judul yang panjangnya hanya 5-7 kata," ujarnya.
Pentingnya Teknik Komunikasi Bagi Leader
Sementara itu, Eksekutif Produser dan penyiar berita di Kompas TV, Riko Anggara saat memberikan materi Effective Oral Communication menekankan pentingnya penguasaan komunikasi bagi seorang leader.
Pasalnya seorang leader selain harus visioner juga harus bisa menyampaikan visi misinya tersebut kepada para audiens atau pengikutnya dengan baik dan lancar sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam mewujudkan visinya tersebut.
Menurut pria yang pernah menjadi staf khusus Julian Aldrin Pasha, Juru Bicara Presiden di era Susilo Bambang Yudhoyono ini, sebenarnya public speaking itu tidak ada.
"Yang ada adalah kita mengajak bicara satu per satu audiens yang ada di dalam ruangan. Jadi kalau kebiasaan waktu ngomong di depan umum hanya melihat jidat orang, yang benar adalah kita melihat satu per satu mata mereka, sehingga mereka merasa lagi diajak ngomong. Jadi lebih terasa interaksi timbal baliknya,” terang Riko.
Selain menekankan pentingnya reaksi timbal balik tersebut, menurut Riko, bagi seorang leader dalam berkomunikasi juga harus mengetahui pentingnya konsep 'aha moment'.
Menurutnya, “Aha Momen” ini bisa menjadi positif, tapi juga bisa memberikan efek negatif. Sisi positif bisa diperoleh ketika seseorang menyampaikan informasi baru yang belum diketahui oleh audiensnya.
Tapi, “Aha Momen” ini juga bisa memberikan efek negatif saat audiens menganggap topik yang dibicarakan membosankan atau malah menimbulkan pertanyaan “So, what?”
Praktik Langsung
Kemudian, lantaran materi yang disampaikan adalah Effective Oral Communication, jadi beberapa peserta Beswan Djarum harus mempraktekkan untuk berbicara di depan audiens.
Satu per satu peserta maju untuk menunjukkan kemampuan public speaking yang dimilikinya. Riko menganalisis satu per satu gaya bicara mereka, mulai dari penampilan, ekspresi, gestur tubuh, hingga suara yang dikeluarkan para Beswan Djarum.
Salah satu tips utama yang sebaiknya dikuasai seorang leader saat berbicara di depan audiens adalah dengan menggunakan suara diafragma.
Riko menekankan bahwa suara yang keluar saat melakukan public speaking harusnya suara yang kuat dan bulat, bukan seperti suara yang digunakan saat mengobrol biasa.
Riko pun memperkenalkan konsep Alpha Voice pada para peserta Leadership Development. Menurutnya, saat sedang berbicara di depan umum, hal pertama yang diperhatikan oleh audiens bukanlah apa yang diucapkan, melainkan tone suaranya.
"Jadi, suara sangat mempengaruhi bagaimana pesan tersampaikan secara efektif," ujarnya.
Alpha Voice merujuk pada kemampuan berbicara dengan otoritas dengan tone dan suara yang dimiliki. "Inilah mengapa orang yang berbicara dengan tegas akan lebih didengar daripada mereka yang berbicara dengan pelan saat berada di depan umum," ujarnya.
Selanjutnya, usai para Beswan Djarum diberikan pelatihan Critical Writing dan Effective Oral Communication, mereka diberikan tugas proyek presentasi yang harus dikerjakan dalam tempo enam jam. Latihan ini sebagai bentuk uji coba implementasi atas yang sudah mereka dapatkan sebelumnya.
Program Associate - Bakti Pendidikan Djarum Foundation, Lounardus Saptopranolo atau yang akrab disapa Sapto mengatakan bahwa program Leadership development ini adalah pelatihan soft skill yang kedua untuk penerima Djarum Beasiswa Plus 2019/2020.
"Goals nya adalah menanamkan atau menumbuhkan jiwa leadership mereka. Karena sebagai generasi penerus bangsa, pelatihan leadership sangat penting bagi mereka. Ini merupakan misi dari Djarum Foundation untuk membuat Indonesia yang lebih digdaya di masa depan. Karena itu harus kami siapkan,” ujar Sapto, di Yogyakarta.
Selain itu, melalui kesempatan yang diberikan Djarum Foundation ini, para penerima Djarum Beasiswa Plus juga dapat meningkatkan jaringan atau networking mereka dengan teman-teman calon leader lainnya di seluruh Indonesia.
Di samping itu, kesempatan tersebut juga merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka karena bisa mendapat Djarum Beasiswa Plus, setelah melalui seleksi selama enam bulan di antara ribuan orang lainnya.
Untuk tahun ini, pendaftaran Djarum Beasiswa Plus telah dibuka sejak hari Senin, 16 Maret 2020, dengan cara mengisi formulir pendaftaran online di website resmi www.djarumbeasiswaplus.org. Pendaftaran akan ditutup pada 16 Mei 2020.