Bisnis.com, JAKARTA - Salah satu potongan adegan dalam film “Facing the Giants”, menjadi bagian penutup saat motivator James Gwee memberikan materi Motivating & Inspiring Other, kepada peserta Djarum Beasiswa Plus atau Beswan Djarum Batch VIII yang berlangsung 8 - 11 Maret 2020, di Hotel Eastparc, Yogyakarta.
Pada acara Leadership Development yang diinisiasi Djarum Foundation itu, James Gwee sengaja menunjukkan penggalan adegan dalam film itu lantaran ingin menunjukkan pentingnya grit bagi seorang leader sukses.
Grit adalah kemampuan menjaga daya juang bagi seorang pemimpin, yang terdiri dari ketekunan dan gairah secara konsisten untuk menuntaskan sebuah tujuan jangka panjang.
Salah satu adegan film yang menunjukkan pentingnya grit itu adalah saat sang pelatih, yakni Grant Taylor meminta Brock (anggota tim paling berpengaruh) untuk melakukan "death crawl". Death crawl adalah berjalan merangkak dengan menggendong seorang teman di punggungnya.
Brock pada awalnya diminta untuk melakukan death crawl dengan mata tertutup sejauh 50 yard (setengah lapangan). Akan tetapi, Grant dengan sengaja meminta Brock untuk terus melakukannya nyaris sepanjang garis lapangan, tugas itu melampaui target.
Grant percaya akan kemampuan anak buahnya, sehingga terus memotivasi Brock membuktikan diri menunaikan tugas di luar patokan awal.
Adegan tersebut memperlihatkan Grant berhasil menunjukkan kepada tim bahwa mereka mampu melakukan hal-hal jauh di atas kemampuan yang dibayangkan.
Berkat kejadian tersebut, anggota tim yang ketika itu semula memandang rendah dan tak percaya kemampuan diri, justru menjadi respek. Semangat mereka berkobar.
Bahkan, hingga akhirnya tim football yang dipimpin Grant berhasil keluar sebagai juara dengan mengalahkan Klub Giant pemegang predikat juara bertahan.
"Inilah pentingnya leader harus memiliki grit," tutur James Gwee. Menurutnya seorang pemimpin diperlukan saat orang-orang sudah mau menyerah, sudah lelah. "You have to be stronger than your people !" tegasnya.
James Gwee memaparkan bahwa untuk menjadi pemimpin harus memiliki sejumlah karakter kuat. Terlebih, bagi pemimpin pada era industri 4.0.
"Tugas pemimpin harus membuat visi, mengkomunikasikan visinya itu dengan baik, memotivasi dan menginspirasi anggotanya," ujarnya. Bahkan, seringkali orang yang memiliki karakter pemimpin tidak jarang dianggap sebagai orang 'gila' bukanlah masalah.
Selain itu, pemimpin juga harus bisa berkolaborasi dengan banyak kepribadian yang ada di masing-masing individu. Empat jenis kepribadian yang umum ada dalam kelompok yaitu dominant, influence, steady, dan compliant.
Tipe dominant adalah yang menyukai tantangan, membenci kekalahan, dan kerap bicara blak-blakan tanpa basa-basi. Tipe lainnya adalah influence, yakni pribadi yang selalu membawa keceriaan dalam tim dan jago berkomunikasi.
Tipe ketiga adalah steady, yakni suka bekerja sama, mudah memberi pertolongan, dan lebih memilih bekerja di balik layar. Tipe keempat adalah compliant, pribadi sistematis, taat prosedur, teliti, dan memiliki pola pikir dua arah.
"Seorang pemimpin yang sukses adalah yang berhasil mengkolaborasikan berbagai macam kepribadian itu di dalam timnya, untuk mewujudkan visi yang telah dibangun selama ini," ujarnya.
Program Associate Bakti Pendidikan Djarum Foundation Galuh Paskamagma juga menyatakan hal serupa bahwa grit menjadi kunci kesuksesan seorang pemimpin. Pada kesempatan acara Leadership Development itu, Galuh turut memberikan materi mengenai “Gritty Leadership”.
Pemimpin Era 4.0
Galuh menekankan tentang cara bagaimana mencapai gritty leadership. Menurutnya, pada era industri 4.0 seperti saat ini, yang penting dimiliki dari setiap orang adalah future skills, yaitu kemampuan mencapai keberhasilan di tengah lingkungan yang cepat berubah.
Selain berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, dan kreatif, leader juga harus mampu menyusun visi sekaligus mengkomunikasikannya kepada kelompoknya secara baik dan jelas.
Tak ada kata menyerah buat pemimpin, sosoknya harus pandai memotivasi anak buahnya agar tidak menyerah meski visi belum digapai. "Sehingga timbul gairah baru dan semangat baru bagi pengikutnya untuk kembali berjuang mencapai visi itu," jelasnya.
Menurut Galuh, ketekunan dan gairah pada sebuah visi itulah yang disebut grit. Bahkan, dengan ketekunan dan gairah, ditambah usaha dan keterampilan, mampu menggeser talenta atau bakat.
Menurutnya keterampilan dan usaha dalam mencapai visi lebih penting daripada sekadar talenta. Apalagi saat ini telah memasuki era revolusi industri 4.0.
Era yang ditandai dengan pemanfaatan internet of things (IoT), big data, artificial intelligence, dan berbagai teknologi lainnya ini, pada satu sisi bermanfaat bagi keberlanjutan sektor industri. Namun, sebaliknya era ini juga dapat menghilangkan banyak jenis pekerjaan yang selama ini dikerjakan oleh manusia.
Seiring dengan kemajuan era kiwari, maka generasi muda dituntut memupuk keterampilan masa depan. Lebih penting lagi, keterampilan memimpin.
Visioner
Pada masa mendatang, menurut Galuh, dibutuhkan pemimpin yang memiliki visi serta grit atau kegigihan untuk mewujudkan visinya tersebut.
Namun demikian, melahirkan visi tidak semudah yang dibayangkan. Terdapat dua komponen yang harus seorang pemimpin miliki sebelum menciptakan visi yang baik.
"Komponen pertama, perlu adanya core ideology yang terdiri dari core value dan core purpose. Lalu komponen yang kedua adalah visionary goal," ujarnya.
Core value adalah merupakan prinsip hidup yang akan terus dipegang teguh oleh setiap pemimpin, apapun yang terjadi. Contohnya, selalu berlaku jujur dalam segala situasi.
Sedangkan core purpose adalah tujuan inti, yang tidak mungkin bisa 100% tercapai, namun akan terus diperjuangkan dan membuat setiap pemimpin terus bergerak ke arah lebih baik.
"Contohnya seperti core purpose seorang Steve Jobs mantan CEO Apple yang bercita-cita membuat personal komputer terbaik di dunia," ujarnya.
Komponen terakhir adalah visionary goal yakni merupakan target yang ingin dicapai, yang dapat diimajinasikan siapa saja, mudah dikomunikasikan. Menurutnya, untuk mewujudkan visionary goal ini rata-rata membutuhkan waktu sekitar 10-15 tahun.
"Sifatnya pasti menantang, yakni menimbulkan rasa ragu satu sisi namun juga sisi lain menjadi cambuk untuk terus memacu diri untuk membuktikan bahwa dirinya bisa menaklukan tantangan itu di masa datang," ujarnya.
Dan kemampuan untuk terus gigih berjuang mewujudkan visi itulah yang dinamakan grit. Dan untuk memiliki grit memang tidak mudah, namun bisa dilatih.
"Caranya dengan terus melatih growth mindset atau keinginan untuk terus belajar," ujarnya.
Nilai tersebut sengaja ditanamkan kepada penerima beasiswa Djarum Foundation yang biasa disebut Beswan Djarum. Para Beswan Djarum sangat antusias selama pembekalan materi kepemimpinan tersebut.
Djarum Beasiswa Plus merupakan wujud peran aktif Djarum Foundation dalam memajukan pendidikan Indonesia melalui program beasiswa prestasi.
Selain mendapatkan dana pendidikan selama satu tahun, para Beswan Djarum juga mendapatkan berbagai macam pelatihan soft skill atau keterampilan lunak. Pelatihan itu meliputi, character building, leadership development competition challenges, international exposure, serta nation building.
Tujuan pelatihan tersebut untuk menyelaraskan hard skill para Beswan Djarum yang telah diperoleh dari perguruan tinggi selama ini. Pasalnya, para Beswan Djarum diharapkan dapat menjadi pemimpin masa depan bangsa yang mumpuni, yakni cakap secara inteligensi dan emosi. Pendaftaran online Djarum Beasiswa Plus Tahun Ajaran 2020/2021 saat ini juga telah dibuka, silahkan melengkapi form pendaftaran online melalui website resminya di www.djarumbeasiswaplus.org