Bisnis.com, JAKARTA – Ada empat produk reksa dana yang dapat menjadi pilihan investasi, yakni saham, pendapatan tetap, pasar uang, dan campuran.
*Mulai Agustus 2019 infovesta menggunakan metode baru untuk menghitung indeks reksadana, yakni Indeks reksadana 90 hanya menghitung rata-rata 90 persen dari populasi reksadana dengan mengeluarkan 5 persen reksadana dengan return tertinggi dan 5 persen reksadana dengan return terendah.
** per Februari 2020
Menengok kinerja 6 tahun ke belakang, reksa dana pasar uang (RDPU) dan pendapatan tetap sebagai portofolio defensif cenderung memberikan imbal hasil positif.
Sebaliknya, kondisi pasar yang terus bergejolak sejak awal tahun turut menyeret dua produk lainnya, yakni reksa dana saham dan campuran. Imbal hasil indeks kedua produk tersebut mencatatkan return negatif.
Sepanjang Februari lalu, indeks harga saham gabungan berakrobat yang mana pada awal tahun masih berada di level 6.200-an, sedangkan di akhir Februari indeks sempat mencatatkan titik terendah di level 5.288 sebelum akhirnya tutup di level 5.400.
Baca Juga
Berdasarkan data Infovesta, kinerja reksa dana saham per Februari 2020 yang tergambar dalam Infovesta 90 Equity Fund Index membukukan imbal hasil negatif 13,83 persen. Hal serupa juga dialami oleh reksa dana campuran yang turun 6,43 persen.
Sementara itu, Infovesta 90 Fixed Income Fund Index membukukan imbal hasil 1,74 persen, dan Infovesta 90 Money Market Fund Index mencatatkan return 0,88 persen.
No | Nama Indeks | Kinerja YTD 28 Februari 2020 (%) | Kinerja MoM 28 Februari 2020 (%) |
1 | Indeks Harga Saham Gabungan | -13.44% | -8.20% |
2 | Infovesta 90 Balanced Fund Index | -6.43% | -3.71% |
3 | Infovesta 90 Equity Fund Index | -13.83% | -7.23% |
4 | Infovesta 90 Fixed Income Fund Index | 1.74% | 0.13% |
5 | Infovesta 90 Money Market Fund Index | 0.88% | 0.41% |
6 | Infovesta Corporate Bond Index | 1.20% | 0.58% |
7 | Infovesta Government Bond Index | 1.76% | 0.17% |
Sumber: Infovesta Utama
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan pihaknya akan melakukan revisi target kinerja reksa dana saham dan campuran. Namun, saat ini masih menunggu musim laporan kinerja perusahaan usai untuk melihat sejauh apa dampak dari wabah corona.
“Kita pasti revisi. Mungkin sekitar April. Tapi kalau untuk fixed income dan pasar uang tetap [pada target sebelumnya],” ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (3/3/2020).
Sebelumnya akhir 2019 lalu Infovesta menargetkan return reksa dana saham akan mencapai 10 persen pada tahun ini. Sementara reksa dana pendapatan tetap diprediksi 7-8 persen dan reksa dana pasar uang 4-4,5 persen.
Di sisi lain, Wawan menuturkan meski hampir semua produk reksa dana saham mencatatkan return negatif sepanjang Februari ini, tapi kinerja reksa dana menunjukkan perlawanan yang baik.
“Negatif sudah dari awal tahun, tapi kalau kita spesifik bicara bulan Februari itu IHSG mencapai 8 persen, tapi rata-rata reksa dana saham minusnya cuma sekitar 7 persen ini perkembangan baru,” katanya
Hasil itu, menurut Wawan, menunjukkan bahwa paling tidak manajer investasi sudah melakukan perubahan strategi, sehingga secara kinerja lebih baik dari indeks.
Dia menyebut kinerja reksa dana tak terlepas dari tantangan yang tengah dialami pasar, termasuk kekhawatiran akan wabah corona dan dampak ekonominya ke Indonesia. Dia optimistis kondisi ini segera membaik apalagi bulan Februari pasar sudah terkoreksi cukup dalam.
“Biasanya abis terkoreksi dalam akan rebound apalagi bulan ini bulannya lapkeu [laporan keuangan], setelah itu bulannya dividen. Itu harapannya dapa membuat harga saham terapresiasi, mungkin tidak akan kembali ke 6.000, tapi bisa ke 5.800-5.900,” tuturnya.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan berdasarkan historisnya kekhawatiran bursa saham akibat suatu virus biasanya memang datang dengan cepat, tapi akan sirna sama cepatnya.
Dia mengharapkan setidaknya April mendatang kepanikan soal dampak corona akan reda. Panin AM juga belum berniat melakukan rebalancing portofolio.
Untuk pembelian saham pun akan dialokasikan pada penambahan porsi kepemilikan saham yang telah mereka koleksi, bukan berburu emiten lain.
Sejauh ini, kata Rudiyanto, Panin AM melakukan penjualan saham untuk tiga alasan yakni menambah likuiditas untuk bayar nasabah yang redemption, saham yang dikoleksi sudah mencapai target harga, dan ada perubahan fundamental di suatu saham.
“Jadi misalnya dia dulunya fundamentalnya bagus tapi tiba-tiba dia lakukan sesuatu yang membuatnya jadi tidak bagus. Kalau bukan karena tiga alasan itu biasanya kita tidak lakukan penjualan,” imbuhnya.
Chief Investment Officer PT Paytren Aset Management Achfas Achsien mengatakan penyebaran virus corona turut berdampak terhadap kinerja produk reksa dana perseroan. Penurunan menurutnya terjadi untuk produk reksa dana saham.
Di tengah kondisi itu, dia mengatakan perseroan telah menyiapkan strategi rebalancing portofolio. Langkah yang ditempuh dengan rebalancing ke saham-saham berkapitalisasi besar.
“[Rebalancing] saham-saham kapitalisasi pasar blue chip yang sudah terkoreksi dalam,” tuturnya.
Achfas menyarankan agar investor tetap tenang. Hal itu seperti yang terjadi saat krisis subprime mortgage. Justru dengan berinvestasi saat puncak krisis investor berpeluang mendapatkan imbal hasil yang maksimal.
“Sejarah selalu berulang, ketika krisis subprime mortgage dan lain-lain, investor yang tetap tenang, sediakan uang tunai untuk beli aset pada puncak krisis akan mendapatkan keuntungan yang luar biasa,” imbuhnya.