Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp4 triliun pada tahun ini.
Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan perseroan akan mengandalkan kas internal untuk memenuhi kebututuhan belanja modal. Dia menambahkan, secara umum belanja modal yang disiapkan mencakup investasi rutin dan investasi pengembangan.
“Rp200 miliar untuk investasi rutin dan sisanya Rp3,8 triliun untuk investasi pengembangan,” ujar Arifin pada saat konferensi pers kinerja 2019 perseroan di Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Dia menjabatkan, investasi pengembangan meliputi pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 sebesar Rp800 miliar dan proyek angkutan batu bara senilai Rp700 miliar..
Proyek PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 saat ini masih dalam tahap konstruksi dan diharapkan bisa rampung pada 2021 untuk unit 1 dan 2022 untuk unit 2. Proyek ini memiliki kapasitas 1.200 megawatt.
Sementara itu, Bukit Asam juga akan menyelesaikan proyek peningkatan kapasitas angkutan batu bara jalur kereta api Tanjung Enim-Tarahan berkapasitas 25 juta ton pada tahun ini. Hingga 2024, angkutan batu bara berbasis rel diharapkan bisa mencapai kapasitas angkut 60 juta ton.
Baca Juga
Arviyan menerangkan, Bukit Asam akan manambah dua jalur baru, yaitu Tanjung Enim - Arah Utara dan Tanjung Enim - Arah Selatan.Pada jalur Tanjung Enim - Arah Utara, pengembangan Dermaga Kertapati telah siap beroperasi dengan kapasitas mencapai 5 juta per ton pada awal 2020.
Jalur Utara direncanakan berkapasitas angkut 10 juta ton per tahun dengan fasilitas dermaga baru Perajin direncanakan beroperasi pada 2024. Adapun di jalur Tanjung Enim- Arah Selatan target kapasitas sebesar 20 juta ton per tahun dan direncanakan beroperasi pada 2024.
Arifin juga menjelaskan bahwa fokus perseroan pada tahun ini tertuju pada hilirisasi gasifikasi batu bara ke gas melalui proyek yang bekerja sama dengan Pertamina sebagai offtaker dan Air Products sebagai investor. Proyek itu ditargetkan rampung dalam 42 bulan ke dapan dengan produksi sebesar 1,4 juta ton DME (Dimethyl Ether) dan konsumsi batu bara hingga 6,5 juta ton per tahun.
“Kami lagi fokus hilirisasi gasifikasi coal to gas. Ini masa depan kami untuk memanfaatkan 3 miliar ton cadangan perseroan,” jelas Arifin.
Di sisi lain, perseroan tetap optimistis akan membukukan kinerja yang baik pada tahun ini meskipun harga batu bara masih cenderung lesu dan terdapat sentimen penyebaran virus corona. Dia menilai sentimen itu bisa menjadi peluang bagi perseroan untuk mengambil pasar China yang tengah menahan produksinya.
“Permintaan impor China mungkin akan naik sehingga semoga pada 2020 harga tidak jelek. Jadi kinerja keuangan semoga lebih baik, tetapi berapa persen perkiraan pertumbuhan tepatnya, kami juga tidak bisa jelaskan. Tapi saya optimis,” jelas Arifin.
Pada tahun ini, perseroan menargetkan produksi batu bara sebesar 30,3 juta ton, naik empat persen dari realisasi tahun lalu sebesar 29,1 juta ton. Untuk target angkutan, perseroan menargetkan kenaikan 13 persen menjadi 27,5 juta ton dari realisasi sebesar 24,2 juta ton.
Sementara itu, untuk volume penjualan batu bara pada tahun ini perseroan menargetkan kenaikan 8 persen dari realisasi tahun lalu 24,7 juta ton menjadi 29,9 juta ton, yang terdiri atas penjualan batu bara domestik sebesar 21,6 juta ton dan ekspor sebesar 8,3 juta ton.