Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah di bursa berjangka London naik pada akhir perdagangan Senin (17/2/2020), setelah China dan sejumlah negara di Asia menjanjikan stimulus ekonomi untuk mengimbangi dampak wabah virus corona (Covid-19).
Janji China tersebut membangkitkan kembali prospek untuk permintaan bahan bakar.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak Brent untuk kontrak April 2020 ditutup naik 35 sen di level US$57,67 per barel di ICE Futures Europe Exchange.
Di sisi lain, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Maret 2020 naik 28 sen ke level US$52,33 per barel di New York Mercantile Exchange. Perdagangan minyak WTI namun tidak diteruskan pada Senin karena libur nasional di Amerika Serikat.
China, Hong Kong, dan Singapura telah menjanjikan stimulus fiskal tambahan untuk melawan pukulan ekonomi akibat wabah tersebut, dengan Beijing mempertimbangkan langkah-langkah seperti menurunkan pajak perusahaan.
“Minyak akhirnya tampak menghilangkan ketidaknyamanan yang bearish,” ujar Stephen Brennock, seorang analis di PVM Oil Associates Ltd.
Baca Juga
“Para investor menyambut langkah-langkah stimulus dari Bank Sentral China yang bertujuan mengurangi dampak ekonomi,” tambahnya.
Pada Senin (17/2/2020), People's Bank of China (PBoC) sepakat untuk menyediakan pendanaan jangka menengah (medium-term lending facility/MLF) kepada perbankan guna melindungi ekonominya dari wabah virus corona.
Bank sentral negeri Tirai Bambu ini menawarkan pinjaman jangka menengah satu tahun senilai 200 miliar yuan (US$29 miliar). Selain itu, PBoC memutuskan memangkas suku bunga sebesar 10 basis poin menjadi 3,15 persen, terendah sejak 2017.
Sementara itu, Singapura menjanjikan paket langkah-langkah anggaran yang "kuat" dan bank-bank sentral di Filipina, Thailand dan Malaysia telah memangkas suku bunga seiring dengan pergulatan negara-negara Asia dengan perlambatan yang disebabkan oleh virus tersebut.
Langkah itu mengimbangi kekecewaan dari OPEC dan mitra-mitranya yang sepertinya membatalkan rencana pertemuan darurat untuk menanggapi krisis virus corona.
Rusia, anggota penting dari aliansi yang dikenal sebagai OPEC+, sejauh ini menolak dorongan oleh Arab Saudi untuk meluncurkan upaya pengurangan produksi baru demi merespons hilangnya permintaan.
Para pedagang kini cenderung fokus pada apakah koalisi tersebut mengumumkan upaya pengurangan baru dalam pertemuan yang dijadwalkan pada 5 dan 6 Maret mendatang.
Pada awal bulan ini, komite teknis OPEC+ merekomendasikan kartel minyak itu untuk mengurangi pasokan sebesar 600.000 barel lebih lanjut sehari, di atas pembatasan saat ini.
Sementara itu, kekhawatiran atas dampak virus corona tetap kuat. Provinsi Hubei, pusat penyebaran virus corona di China, melaporkan kasus baru dan kematian tambahan.
Kondisi ini menjalar ke pasar minyak dengan International Energy Agency (IEA) memperkirakan permintaan minyak global akan menurun pada kuartal ini, untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.
Di sisi lain, Goldman Sachs Group Inc. memangkas perkiraan konsumsi minyak mentah pada 2020 sebesar hampir separuhnya serta menurunkan estimasi harga minyak kuartal pertama sebesar US$10 per barel.