Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah sentimen negatif dari luar menyebabkan kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) gagal mencapai 6.000 pada penutupan perdagangan pekan pertama bulan Februari, Jumat (7/2/2020).
Menurut analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada, secara umum kinerja IHSG pekan ini masih dipengaruhi sentimen-sentimen negatif dari luar seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Hal tersebut ditambah dengan wabah virus corona yang kini semakin meluas penyebarannya.
Wabah tersebut berdampak signifikan bagi kondisi perekonomian Negeri Panda. Apalagi, isolasi yang dilakukan pemerintah China pada sejumlah wilayah di negaranya turut mengganggu kesediaan bahan makanan, pasokan sumber daya yang juga berimbas pada negara-negara mitra China. Akibatnya, , nilai IHSG pun tidak dapat mencapai 6.000 saat penutupan hari ini.
“Kenaikan yang terjadi pada IHSG langsung dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan aksi profit taking sehingga kinerja saham terpengaruh,” jelasnya saat dihubungi pada Jumat (7/2/2020) di Jakarta.
Ia melanjutkan, potensi IHSG menembus 6.000 pada pekan depan cukup terbuka. Menurutnya, tren positif IHSG pada pekan ini dapat berlanjut pada awal-awal pekan.
Hal ini, lanjutnya, juga perlu ditopang oleh sentimen positif dari luar. Reza memperkirakan, wabah virus corona dan kelanjutan perang dagang AS – China masih memainkan peran besar dalam kinerja saham Indonesia maupun negara lain.
“Selama (IHSG) dapat bertahan pada kisaran 5.925 hingga 5.950 pada pekan depan, potensi menembus 6.000 cukup terbuka,” ungkapnya.
Adapun saham-saham yang patut diperhatikan investor pada pekan depan diantaranya adalah BRPT, MBKA, BRIS, dan PRDA. Ia menuturkan, volume pembelian saham tersebut pada pekan ini sudah cukup meningkat sehingga berpotensi mendatangkan keuntungan bagi investor.