Bisnis.com, JAKARTA – Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana memperkirakan harga saham PT Astra International Tbk. dan beberapa emiten di bawah naungannya memiliki prospek cerah pada tahun ini.
Dia mengatakan bahwa di antara beberapa emiten Grup Astra, PT Astra International Tbk. masih menjadi pilihan paling menarik. Pasalnya, menurutnya harga saham emiten berkode saham ASII diprediksi akan meningkat ke kisaran Rp7.500—Rp7.800 pada akhir tahun.
Pergerakan harga saham ASII saat ini, lanjutnya, masih tertahan akibat sentimen negatif virus corona. Apabila kekhawatiran terhadap wabah itu mulai mereda, diyakini harga saham ASII akan bergerak naik dengan cepat.
“Berkaca waktu SARS, terus flu burung, saat sudah teratasi biasanya sahamnya rebound-nya cepat, karena perusahaan masih profit dan dia sangat established, jadi bagi investor sekarang saat yang tepat untuk mulai cicil masuk ke sana, terakhir kan harganya ditutup di level Rp6.500, kami prediksikan harganya bisa mencapai Rp7.500—Rp7.800 pada akhir tahun ini,” katanya kepada Bisnis, Kamis (6/2/2020).
Meski begitu, menurutnya pendapatan Astra International masih akan melambat, seiring dengan masih melempemnya kinerja lini bisnis otomotif yang menurun. Tren penurunan penjualan pada tahun lalu diperkirakan belum akan pulih sepenuhnya pada 2020.
Lini bisnis batu bara juga diperkirakan belum akan benar-benar membaik pada tahun ini. Meski harga komoditas ini mulai membaik, dia mengatakan bahwa sulit mengharapkan harganya benar-benar kembali ke posisi kejayaan seperti 3—4 tahun lalu.
Baca Juga
Ditambah lagi, langkah pemerintah yang meminta PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. untuk menurunkan harga gas juga dapat berimbas negatif kepada bisnis batu bara. Gas akan menjadi pilihan sumber energi yang lebih terjangkau bagi para pelaku industri dibandingkan batu bara.
“Net profit margin-nya [ASII] yang biasa di atas 9%, perkiraan akan turun jadi 8%, artinya pendapatan secara growth akan lebih rendah. Nominalnya masih meningkat, tapi secara pertumbuhan itu melambat,” katanya.
Adapun, untuk emiten-emiten di bawah naungan Grup Astra, Wawan mengatakan bahwa emiten yang paling layak untuk dicermati adalah PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI). Menurutnya terdapat banyak katalis yang dapat mendongkrak kinerja perseroan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Penerapan mandatori biodiesel 30% atau B30 secara umum dapat meningkatkan serapan produksi minyak sawit dalam negeri dan kembali mengerek harga komoditas ini. Selain itu, langkah India yang beralih ke Indonesia untuk impor sawit juga akan memberikan dampak positif.
“Kami percaya hal ini turut mengerek harga AALI, kami prediksi harganya bisa kembali ke level Rp14.000-an pada tahun ini. Harga saat ini berada di bawah rata-rata valuasi dalam 3 tahun terakhir,” katanya.
Adapun, perusahaan perbankan milik Astra Group, yakni PT Bank Permata (Persero) Tbk. juga memiliki prospek cukup baik. Harga emiten berkode saham BNLI ini diperkirakan akan bergerak seiring dengan proses penjualannya ke Bangkok Bank.
Sementara itu, pergerakan harga saham PT United Tractors Tbk. (UNTR), anak usaha di lini bisnis mesin konstruksi Astra, diprediksi akan bergerak terbatas pada kisaran Rp18.000—Rp20.000 pada tahun ini. Kecil kemungkinan harga saham ini dapat bergerak naik hingga melampaui Rp25.000.
Adapun, PT Acset Indonusa Tbk. (ACST) dan PT Astra Graphia Tbk. (ASGR) dinilai belum terlalu memberikan dampak signifikan terhadap bisnis Astra. Menurutnya, kedua saham ini belum dapat menjadi pilihan yang menarik untuk saat ini.
“Secara persentase kontribusi terhadap Astra-nya masih kecil sekali. Jadi lebih baik masuk ke ke induknya [ASII], karena secara valuasi sekarang tidak mahal,” ujarnya.