Bisnis.com,JAKARTA - Harga tembaga turun selama 12 hari perdagangan secara berturut-turut, paling lama sepanjang sejarah. Wabah virus corona yang menerpa China menjadi salah satu pemicu utama.
Ahli Strategi ANZ Daniel Hynes mengatakan pembatasan perjalanan di China yang diramal masih akan bertahan dalam beberapa hari ke depan diyakini bisa menekan permintaan tembaga. Terlebih, saat ini manufaktur China, konsumen tembaga terbesar dunia, juga belum sepenuhnya pulih.
"Dengan asumsi shutdown selama dua minggu, diikuti oleh melambatnya sektor manufaktur dan konstruksi, kita bisa melihat permintaan tembaga turun dengan tingkat yang sama dengan 2003 saat epidemi SARS," ujar Daniel seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (30/1/2020).
17 tahun lalu, ekonomi China juga tertekan akibat epidemi SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Walhasil, permintaan tembaga global susun hingga 100.000 ton.
Untuk diketahui, wabah virus corona di China telah menjangkit lebih dari 6.000 orang, melebihi jumlah resmi infeksi selama epidemi SARS. Peningkatan tersebut mendorong Organisasi Kesehatan Dunia untuk mengadakan pertemuan guna mempertimbangkan penerbitan peringatan keadaan darurat global.
Kegiatan ekonomi di China memang mendadak gontai. Pabrik-pabrik di China memperpanjang hari libur. Pun dengan maskapai penerbangan global, memangkas penerbangan ke Negeri Panda. IKEA Swedia bahkan menutup semua toko di China untuk membantu mengatasi wabah.
Baca Juga
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Rabu (29/1/2020) harga tembaga di bursa London ditutup di level US$5.641 per ton, melemah 1,09 persen. Penurunan tersebut pun terjadi selama 12 perdagangan beruntun, menjadi penurunan terparah. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga tembaga melemah 8,63 persen.
Di lain pihak, negara penghasil tembaga terbesar di dunia, Chili, menyebut para investor melebih-lebihkan dampak virus corona. Koordinator Pasar Cochilco Victor Garay mengatakan sebelumnya pasar sangat optimistis harga tembaga akan sedikit lebih baik dibandingkan dengan 2019.
“Tidak ada yang bisa memastikan sentimen yang dapat menghapus ketidakpastian yang dimiliki investor. Saat ini dengan perkembangan corona yang semakin parah, kami masih dalam fase menerka seberapa besar dampaknya terhadap tembaga,” tukas Victor.