Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Depan DPR, Gubernur BI Janji Kawal Rupiah

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan tetap akan menjaga nilai tukar rupiah sesuai fundamental. Apabila penguatan tersebut bergerak di luar fundamentalnya, Perry menegaskan BI siap untuk melakukan intervensi.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (dua kanan) memberikan keterangan dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (20/6/2019)./Bisnis-Himawan L Nugraha
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (dua kanan) memberikan keterangan dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (20/6/2019)./Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA— Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tercatat mengalami penguatan sejak akhir 2019 hingga awal 2020. Namun, penguatan rupiah ternyata dikhawatirkan semakin menekan kinerja ekspor.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan tetap akan menjaga nilai tukar rupiah sesuai fundamental. Apabila penguatan tersebut bergerak di luar fundamentalnya, Perry menegaskan BI siap untuk melakukan intervensi.

“Kami yakinkan, jika rupiah menguat terlalu jauh dan tidak berdampak terhadap perekonomian, kami tidak segan mengarahkan nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya dengan melakukan beberapa langkah,” kata Perry di tengah rapat bersama Komis XI DPR, Senin (27/1/2020).

Dia mengatakan faktor utama pendorong penguatan rupiah kali ini adalah inflasi yang rendah dan aliran modal asing yang masih besar. Padahal, rupiah sempat hampir menyentuh level Rp15.000 per US$. Kini, pergerakan rupiah terkerek naik hingga menyentuh level Rp13.800 per US$.

Sejalan dengan penguatan tersebut, neraca pembayaran Tanah Air membaik dengan melandainya transaksi berjalan menjadi 2,93% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir 2019. Perry yakin perbaikan ini akan berlanjut dan dia memproyeksikan transaksi berjalan pada kuartal I-III akan mengalami penurunan.

“Jadi defisit transaksi turun, aliran modal memadai meskipun geopolitik masih berlanjut,” kata Perry.

Dia menambahkan geopolitik yang masih akan berlanjut sehingga risiko ketidakpastian belum hilang. Meskipun demikian, dia meyakini tingkat ketidakpastian tersebut akan menurun. Selain itu, mekanisme pasar juga berjalan dengan baik sehingga supply dan demand terbentuk normal. Kondisi ini diperkuat pula oleh perbaikan mekanisme ekspor.

“Kepercayaan pelaku pasar terhadap kebijakan-kebijakan BI meningkat, “ katanya.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai ada beberapa hal yang masih perlu diwaspadai mengingat penguatan rupiah belum ditopang kinerja ekspor. Hal ini dibuktikan dengan nilai ekspor yang cenderung melambat.

“Penguatan yang sifatnya temporer bisa kembali melemah apabila situasi global berubah,” ungkap Bhima.

Selain itu, devisa pariwisata justru berisiko turun akibat wabah corona virus. Bhima melihat pelaku pasar juga masih menunggu realisasi dari trade deal pertama AS-China.

Lebih lanjut, Bhima sepakat penguatan rupiah dapat menekan sisi ekspor lantaran harga produk domestik di pasar internasional lebih mahal. Jika demikian, penguatan rupiah akan menurunkan daya saing RI.

Penguatan rupiah saat ini dinilai sebagian besar sebagai akibat dari perang dagang AS-Iran yang mereda dan kembali menekan harga minyak mentah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper