Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia mampu bergerak stabil pada perdagangan Jumat (24/1/2020), di tengah tipisnya volume perdagangan menjelang Tahun Baru Imlek dan kekhawatiran mengenai wabah virus corona (coronavirus) baru dari China.
Berdasarkan data Reuters, indeks MSCI Asia Pacific, selain Jepang, naik 0,12 persen. Pada saat yang sama, indeks Nikkei Jepang menguat 0,13 persen dan bursa saham Australia naik tipis 0,04 persen.
Aktivitas perdagangan di Asia melambat menjelang liburan Tahun Baru Imlek, dengan pasar keuangan di China daratan, Taiwan, dan Korea Selatan ditutup hari ini. Di Hong Kong, indeks Hang Seng berakhir naik 0,15 persen setelah diperdagangkan setengah hari.
Sementara itu, sikap yang diambil oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atas epidemik virus corona di China memberi sedikit jeda aksi jual pada bursa saham AS.
Pada perdagangan Kamis (23/1/2020), indeks Nasdaq Composite naik 0,20 persen menyentuh rekor level penutupan tertinggi, sementara indeks S&P 500 menanjak 0,11 persen dan Dow Jones Industrial Average turun 0,09 persen.
WHO memutuskan untuk tidak mendeklarasikan wabah virus corona baru di China sebagai darurat kesehatan global.
Baca Juga
Menurut WHO, penyebaran virus corona baru yang berasal dari China belum mencapai level yang dianggap sebagai darurat kesehatan masyarakat global.
“Sekarang bukan saatnya. Masih terlalu dini untuk mempertimbangkan bahwa kejadian ini adalah darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional,” jelas Didier Houssin, ketua komite darurat WHO, dalam konferensi pers di Jenewa.
Houssin mengatakan keputusan itu didasarkan pada terbatasnya jumlah kasus di seluruh dunia, serta upaya di China untuk mencoba mengendalikan virus itu.
Bursa saham Eropa, yang ditutup sebelum pengumuman WHO, diperkirakan akan rebound pada perdagangan Jumat (24/1), dengan perdagangan futures Eropa naik sekitar 0,7-0,9 persen.
Meski demikian, sejumlah analis tetap menyuarakan kekhawatiran pasar mengenai dampak wabah virus tersebut terhadap perekonomian China khususnya.
“Investor masih khawatir wabah virus corona akan mengurangi konsumsi di China ketika ekonomi China sudah mulai tenang,” ujar Yasuo Sakuma, kepala investasi di Libra Investments, seperti dilansir Reuters.
Tim peneliti National Australia Bank secara tentatif memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China untuk kuartal I/2020 dapat terpukul sekitar 1 poin persentase oleh virus yang mematikan ini.
"Dampaknya pada pertumbuhan China bisa signifikan mengingat wabah ini terjadi bertepatan dengan Tahun Baru Cina,” tutur Tapas Strickland, direktur ekonomi NAB di Sydney.