Bisnis.com, JAKARTA - Hanya dalam beberapa minggu singkat, kopi telah beralih dari bullish menjadi terhuyung-huyung di dekat wilayah bearish di tengah pergeseran persepsi mengenai pasokan di Brasil, produsen dan eksportir top dunia.
Pada perdagangan Jumat (17/1/2020), harga biji arabika untuk pengiriman Maret 2020 di bursa ICE Futures di New York berhasil membatasi penurunan mingguan ketiga berturut-turut menjadi US$1,1215 per pon.
Harga telah turun 19% dari puncaknya pada Desember 2019, hanya sedikit dari ambang 20% yang mendefinisikan pasar bearish.
Presiden CeCafe Nelson Carvalhaes mengatakan bahwa ekspor bijih kopi hijau telah naik 15% ke level tertinggi sepanjang masa pada 2019 sehingga mendukung harga untuk bergerak melemah. Padahal, hingga pertengahan Desember, harga kopi berjangka berhasil melonjak 50% dalam dua bulan sebelumnya.
"Karena panen lebih kecil tahun lalu, volume ekspor besar menyiratkan Brasil mungkin memiliki inventaris yang cukup," ujar Nelson seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (19/1/2020).
Agensi tanaman Brasil, Conab, juga menegaskan kembali bahwa para petani Brasil akan mengumpulkan panen raya baru pada 2020, meskipun mungkin kurang dari rekor tingkat 2018.
Sebelumnya, Koperasi Brasil Cooxupe, pengirim terbesar biji arabika, mengatakan bahwa pihaknya kehabisan biji untuk pesanan baru, berbanding terbalik dengan perkiraan pasar bahwa pasokan kopi akan cukup untuk memenuhi permintaan yang ada.
Pada saat itu, persediaan di gudang yang dipantau oleh ICE jatuh ke level terendah 18-bulan akibat cuaca buruk yang mengancam produksi di Brasil, produsen dan eksportir kopi terbesar dunia. Hal tersebut pun mendorong reli yang menakjubkan bagi kopi sehingga menyentuh level US$1,34 per pon, tertinggi sejak 22 September 2017