Bisnis.com, JAKARTA - Prospek permintaan nikel tampak lebih cerah memasuki 2020, terutama dari sektor kendaraan listrik di industri otomotif, di tengah membaiknya hubungan dagang antara AS dan China, yang menjadi penghambat prospek permintaan pada tahun lalu.
Mengutip riset Fastmarkets, sekitar 500.000 ton nikel olahan diperkirakan bakal digunakan setiap tahun sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik pada 2025. Angka tersebut naik dari perkiraan sebelumnya pada 2018, yaitu akan digunakan 100.000 ton nikel setiap tahunnya.
“Pertumbuhan dalam konsumsi nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik itu, bahkan terjadi sebelum adopsi yang lebih luas dari baterai nikel-kobalt-mangan 8-1-1, yang diharapkan pasar menjadi bahan pokok industri baterai kendaraan listrik,” tulis Fastmarkets dalam risetnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (13/1/2020).
Sementara itu, berdasarkan laporan terbaru Departemen Perindustrian dan Teknologi Informasi China, Negeri Panda itu tengah berupaya menjadi pemimpin dalam industri mobil otonom dan bertujuan untuk mengubah seperempat kendaraannya menjadi kendaraan dengan energi terbarukan atau new-energy vehicles (NEV) pada 2025.
Di sisi lain, Pemerintah China belum lama ini mengumumkan untuk tidak akan mengurangi subsidi untuk NEV secara signifikan pada 2020. Adapun, NEV termasuk mobil listrik dan mobil hibrida.
Mengutip Reuters, Menteri Perindustrian dan Teknologi Informasi China Miao Wei mengaku bahwa sebelumnya terdapat kabar pemerintah tidak akan memberikan subsidi mobil listrik pada Juli 2020, seperti yang dilakukan pada tahun lalu.
Baca Juga
“Sebelumnya memang ada pemotongan subsidi pada Juli tahun lalu, dan semua orang mempertanyakan apakah akan ada pemotongan kembali yang dilakukan pada tahun ini. Hari ini saya memastikan bahwa kami tidak akan lagi memotong subsidi pada Juli tahun ini,” kata Miao Wei seperti dikutip dari Reuters
Adapun, program subsidi untuk NEV oleh Pemerintah China telah berlangsung selama lima tahun mulai 2016 dan dikabarkan akan dicabut sepenuhnya setelah 2020 seiring dengan pemerintah mendapatkan kritik karena dinilai membuat sejumlah pelaku industri terlalu bergantung pada subsidi itu.
Oleh karena itu, pada Juli 2019 Pemerintah China memangkas sebagian subsidi untuk NEV. Namun, hal tersebut justru membuat penjualan NEV di China turun untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir. Sejak saat itu pun, tren penurunan penjualan terus berlangsung padahal ekonomi China tengah berjuang akibat perang dagang dengan AS.
Berdasarkan data Pemerintah China, penjualan NEV pada Desember 2019 sebanyak 163.000 unit sehingga total penjualan NEV pada tahun lalu hanya mencapai 1,2 juta unit, turun dari 1,3 juta unit pada 2018.
Keputusan pemerintah China untuk tidak kembali memotong subsidi untuk mobil listrik tersebut diyakini akan menggairahkan industri otomotif China yang melesu dan menambahkan permintaan nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik sehingga menopang harga.
Apalagi, prospek menguatnya permintaan muncul bersamaan dengan ketatnya pasokan setelah Indonesia memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel yang dimulai pada awal tahun ini
Harga nikel diyakini akan melanjutkan relinya yang terjadi sejak tahun lalu.