Bisnis.com, JAKARTA – Emiten penambangan PT Toba Bara Sejahtra Tbk. akan menahan produksi batubara selama iklim industri belum membaik.
Dalam paparan publik perseroan di Jakarta, Direktur Toba Bara Sejahtra Pandu Sjahrir mengatakan meski belum ada keputusan final mengenai rencana kerja tahun depan. Namun dia meyakini produksi batubara emiten berkode saham TOBA itu tidak akan lebih dari 5 juta ton.
“Kami proyeksikan antara 4 juta—5juta ton untuk produksi tahun depan. Jumlah itu pun tidak berubah dari proyeksi kami tahun ini. Pasalnya buat apa memproduksi banyak ketika harga sedang rendah,” katanya pada Rabu (4/12/2019).
Sebagai informasi, dalam tiga tahun belakangan TOBA kerap menjaga volume produksi di kisaran 5 juta ton dengan rerata volume penjualan 4,9 juta ton. Sementara pada periode Januari—September 2019, TOBA telah memproduksi 3,3 juta ton dengan volume penjualan 3 juta ton.
Pandu mengatakan perseroan memiliki komposisi batubara berkalori tinggi antara 5.600 kkal – 5.900 kkal. Sementara batubara adalah sumber energi yang tidak dapat terbarukan dengan begitu wajar untuk dihemat.
Selain itu perseroan juga sudah mengunci kontrak penjualan batubara jangka panjang. Menurutnya, harga jual batubara perseroan ada di level US$70 per ton. “Kami ada beberapa kontrak jangka panjang yang lebih dari 2 tahun dengan mengacu harga indeks Newcastle di kisaran US$70 per ton,” katanya.
Pandu menambahkan untuk saat ini komposisi pembeli akhir lebih besar daripada pedagang dengan perbandingan 57:43. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya komposisi pedagang lebih besar yakni 73% pada 2017 dan 53% pada 2018.
TOBA, lanjutnya, juga tidak bergantung terhadap satu pasar tertentu saja. Misalnya pada peride Sembilan bulan tahun lalu 13% ekspor emas hitam perseroan diserap oleh Korea Selatan tapi pada periode ini beralih ke Thailand.
“Kami tidak bergantung pada pasar tertentu, bahkan ada pasar baru Bangladesh sebesar 4%. Kami juga sekarang lebih banyak menjual langsung. Jadi kami akan selalu beradaptasi,” katanya.