Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CPO Diproyeksi Bullish hingga Semester I/2020, Apa Penyebabnya?

Sejumlah proyeksi atas harga minyak kelapa sawit memperkirakan komoditas tersebut bakal melandai pada akhir tahun ini, sebelum kembali naik pada awal 2020.
Pekerja menyusun tandan buah segar kelapa sawit untuk diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina milik PTPN IV, di Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Selasa (13/8/2019)./ANTARA FOTO-Irsan Mulyadi
Pekerja menyusun tandan buah segar kelapa sawit untuk diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina milik PTPN IV, di Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Selasa (13/8/2019)./ANTARA FOTO-Irsan Mulyadi

Bisnis.com, JAKARTA - Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) diproyeksi bullish hingga paruh pertama tahun depan seiring dengan produksi yang lebih rendah dan  mandat penggunaan biodiesel yang lebih tinggi dari produsen utama CPO dunia, Indonesia dan Malaysia.

CEO Grup FGV Haris Fadzilah Hassan mengatakan harga CPO kemungkinan dapat diperdagangkan hingga mencapai 2.200 ringgit-2.400 ringgit per ton pada kuartal terakhir tahun ini, memperbaiki lajur pelemahan CPO yang terjadi pada awal tahun ini.

“Sementara itu, prospek bullish akan berlanjut hingga semester pertama 2020 dengan harga CPO berada di kisaran 2.400 ringgit-2.800 ringgit per ton, karena produksi yang rendah dan mandat biodiesel Malaysia dan Indonesia dapat memangkas stok CPO dunia hingga 500.000 ton,” ujarnya seperti dilansir dari Bloomberg, Jumat (29/11/2019).

Senada, Fitch Solutions dalam riset terbarunya juga memperkirakan harga rata-rata minyak sawit mentah akan diperdagangkan lebih tinggi pada 2020, di mana patokan berjangka Malaysia dapat naik sebesar US$50 per ton.

Sementara itu, analis PublicInvest Research Chong Hoe Leong meyakini masih ada ruang untuk CPO berjangka naik menembus level 2.800 ringgit per ton  dalam beberapa bulan mendatang terkait pengetatan pasokan komoditas tersebut. Stok diperkirakan akan terus menurun, setelah dimulainya musim produksi rendah yang lebih cepat dari biasanya.

Dia menambahkan seharusnya ada permintaan yang lebih kuat menjelang akhir tahun dari China dan Uni Eropa (UE). Pasalnya, pembeli cenderung mengunci pesanan menjelang kemungkinan kenaikan bea keluar minyak sawit di pasar Indonesia dan Malaysia, karena harga CPO melampaui level ambang minimum 2.250 ringgit per ton.

Namun, analis Maybank Kim Eng Ong Chee Ting memperingatkan terjadinya ekstrapolasi statistik ekspor awal untuk sisa bulan ini. Harga CPO juga kemungkinan besar terkoreksi pendek sebelum mendapatkan kekuatan lagi pada paruh pertama 2020.

Sebagai informasi, Indonesia telah menaikkan kuota penggunaan biodiesel kelapa sawit sebesar 45 persen untuk tahun depan karena Indonesia akan meningkatkan mandat pencampuran bahan bakar nabati menjadi 30 persen (B30) dari sebelumnya hanya 20 persen.

Mandat B30 tersebut nantinya akan terus dinaikkan secara bertahap hingga akhirnya diesel mengandung 100 persen bahan bakar nabati. Dengan tingkat permintaan tersebut, Pemerintah Indonesia menilai negara perlu menanam kembali 2,4 juta hektare (ha) pohon kelapa sawit tua untuk meningkatkan produktivitas.

Bahkan, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyampaikan produksi minyak sawit dapat meningkat menjadi 60 juta ton pada 2025.

Sementara itu, di Malaysia, Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok menuturkan penerapan rencana biodiesel B20 juga akan meningkatkan konsumsi biofuel kelapa sawit menjadi 1,3 juta ton per tahun.

Akibat sentimen tersebut, harga CPO berhasil kembali menyentuh level tertingginya dalam perdagangan 2 tahun terakhir. Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (29/11) pukul 16.03 WIB, harga CPO di bursa Malaysia untuk kontrak Februari 2020 berhasil menguat 0,51 persen menjadi 2.737 ringgit per ton.

Pada pertengahan perdagangan, harga sempat menyentuh level 2.782 ringgit per ton, sekaligus menjadi level tertingginya sejak 2017. Penguatan tersebut pun berhasil membuat CPO gagal membukukan pelemahan mingguan terbesar pekan ini, yang sebelumnya telah membayangi CPO.

Sebagai informasi, dalam beberapa perdagangan terakhir harga CPO mulai melemah setelah menguat tajam sejak Oktober 2019. Penurunan harga terpicu oleh pelemahan yang tajam pada komoditas rival, yaitu minyak kedelai.

Selain itu, penurunan sawit juga dipengaruhi oleh kekhawatiran mengenai ekspor dan ketakutan harga yang mulai jenuh, sehingga mendorong para investor mengambil aksi ambil untung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper