Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan turun lebih dari 1 persen dan terpelanting meninggalkan level psikologis 6.000 pada akhir perdagangan Kamis (28/11/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan IHSG ditutup melorot 1,16 persen atau 69,98 poin di level 5.953,06 dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Rabu (27/11), pergerakan IHSG berakhir di level 6.023,04 dengan koreksi tipis 0,05 persen atau 3,15 poin, penurunan hari kelima berturut-turut sejak perdagangan Kamis (21/11).
Pelemahan indeks mulai berlanjut dengan dibuka turun 0,16 persen atau 9,77 poin di posisi 6.013,27 pada Kamis (28/11). Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 5.945,75 – 6.036,83.
Penurunan yang dibukukan pada akhir perdagangan adalah yang terbesar sejak merosot 1,4 persen pada 25 Oktober sekaligus menyentuh level penutupan terendah sejak 22 Mei 2019.
Delapan dari sembilan sektor berakhir di zona merah, dipimpin infrastruktur (-2,30 persen) dan tambang (-2,18 persen). Satu-satunya sektor yang mampu membukukan kenaikan adalah aneka industri (+0,07 persen).
Dari 664 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, sebanyak 99 saham menguat, 314 saham melemah, dan 251 saham stagnan.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang masing-masing turun 2,88 persen dan 0,79 persen menjadi penekan utama pergerakan IHSG pada akhir perdagangan.
Menurut tim riset PT Valbury Sekuritas Indonesia, sinyalemen yang belum memperlihatkan adanya insentif positif yang kuat bagi pasar merupakan pertimbangan sulitnya bagi indeks untuk bergerak menuju zona hijau.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menilai kerentanan korporasi yang memiliki utang luar negeri (ULN) perlu diwaspadai. Besarnya dominasi utang berdenominasi valuta asing (valas) dinilai menyebabkan korporasi rentan terekspos risiko pasar apabila terjadi peningkatan volatilitas nilai tukar.
Kabar lain, pemerintah memproyeksikan ekonomi Indonesia akan mengalami pertumbuhan sebesar 5,05 persen pada akhir 2019, lebih rendah dari target pemerintah sebelumnya 5,2 persen.
Dari luar negeri, keberlanjutan kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dan China masih berpengaruh bagi pasar. Trump mengatakan bahwa AS berada dalam pergolakan akhir dari sebuah perjanjian yang akan meredakan perang dagang selama 16 bulan dengan China.
Namun di sisi lain, Trump menunjukkan dukungan AS terhadap para pengunjuk rasa di Hong Kong, hal yang berpotensi besar memperumit hubungan dengan China.
Sejalan dengan IHSG, indeks saham lainnya di Asia mayoritas berakhir di zona merah di tengah keresahan para pelaku pasar atas prospek kesepakatan dagang antara AS dan China setelah Presiden Donald Trump menandatangani legislasi yang mendukung demonstran di Hong Kong.
Indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang masing-masing berakhir terkoreksi 0,17 persen dan 0,12 persen, indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,22 persen, dan indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,43 persen.
Di China, dua indeks saham utamanya, Shanghai Composite dan CSI 300 masing-masing berakhir turun 0,47 persen dan 0,34 persen.
Pihak Gedung Putih mengungkapkan bahwa Trump telah menandatangani rancangan undang-undang (RUU) terkait Hong Kong untuk menjadi UU pada Rabu (27/11/2019) waktu setempat.
Undang-undang tersebut akan memungkinkan tinjauan tahunan status perdagangan khusus Hong Kong di bawah hukum Amerika dan sanksi terhadap pejabat yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia ataupun merongrong otonomi kota Hong Kong.
Senator Marco Rubio, seorang anggota Republik, mengatakan UU S. 1838 akan memberi AS sarana untuk mencegah pengaruh dan campur tangan lebih lanjut dari Beijing ke dalam urusan internal Hong Kong.
Trump juga menandatangani RUU Hong Kong, S. 2710, yang melarang ekspor barang-barang pengendalian massa seperti gas air mata dan peluru karet ke kepolisian Hong Kong.
Undang-undang baru itu ditandatangani oleh Trump tepat ketika Washington dan Beijing dikatakan telah menunjukkan tanda-tanda progres menuju apa yang Gedung Putih sebut sebagai kesepakatan "fase satu" guna meringankan dampak perang dagang.
“Terlepas dari apa yang dikatakan kedua belah pihak, sepertinya tidak mudah untuk mencapai konsensus, jadi saat ini sepertinya sulit untuk mencapai kesepakatan fase satu,” kata Stephen Chiu, analis di Bloomberg Intelligence.
Pada Kamis (28/11), pemerintah Tiongkok menegaskan kembali ancamannya untuk mengambil tindakan, meskipun tidak memberikan perincian tentang bagaimana atau kapan langkah itu akan dilakukan.
Sementara itu, dengan rendahnya volume perdagangan menjelang libur Thanksgiving di Amerika Serikat dan minimnya kabar langsung terkait perdagangan, penandatanganan itu menjadi salah satu dari sedikit narasi yang membebani investor.
"Kabar buruknya adalah, perang perdagangan masih berlanjut," ujar Andy Kapyrin, direktur penelitian di RegentAtlantic Capital LLC, kepada Bloomberg TV.
“Saya benar-benar tidak melihat kemajuan substansial dalam perdagangan dengan China dan pasar akan memandang penandatanganan legislasi oleh Trump secara negatif,” tambahnya.
Kegelisahan atas potensi tensi baru antara AS dan China juga dirasakan di pasar mata uang. Nilai tukar yen Jepang, yang bersifat safe haven di tengah keresahan geopolitik, menguat. Di sisi lain, indeks dolar AS terpantau terkoreksi 0,08 persen ke posisi 98,289 pada pukul 15.52 WIB.
Seiring dengan koreksi indeks dolar, nilai tukar rupiah berhasil rebound dan ditutup terapresiasi tipis 3 poin atau 0,02 persen di level Rp14.092 per dolar AS, setelah terdepresiasi dua hari berturut-turut sebelumnya.
Saham-saham penekan IHSG: | |
---|---|
Kode | Penurunan (persen) |
BBRI | -2,88 |
BBCA | -0,79 |
TLKM | -1,55 |
BMRI | -1,81 |
Saham-saham pendorong IHSG: | |
---|---|
Kode | Kenaikan (persen) |
UNVR | +1,95 |
POLL | +7,91 |
SLIS | +22,73 |
TPIA | +0,82 |
Sumber: Bloomberg