Bisnis.com, JAKARTA - Hingga Oktober 2019, emiten kontruksi pelat merah PT Adhi Karya (Persero) Tbk. membukukan kontrak baru senilai Rp8,4 triliun di luar pajak.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (21/11/2019), emiten dengan ticker ADHI ini menyampaikan realisasi perolehan kontrak baru pada bulan kesepuluh tahun ini didominasi oleh pembangunan mix-used Rajawali Palembang dan flyover di daerah Cakung, Jakarta.
"Pembangunan mix-used Rajawali Palembang memiliki nilai kontrak Rp335,0 miliar dan flyover di Cakung, Jakarta senilai Rp237,4 miliar," tulis manajemen Adhi Karya.
Kontribusi per lini bisnis pada perolehan kontrak baru yang diraih pada Oktober 2019 yaitu konstruksi dan energi sebesar 80,9%, properti sebesar 18,5%, dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya.
Berdasarkan tipe pekerjaan, perolehan kontrak baru terdiri dari proyek gedung sebesar 73,1%, jalan dan jembatan sebesar 6,6%, serta proyek infrastruktur lainnya, seperti pembuatan bendungan, bandara, jalan kereta api, dan proyek-proyek EPC sebesar 20,3%.
Adapun, berdasarkan segmentasi sumber dana, realisasi kontrak baru dari pemerintah sebesar 19,1%, badan usaha milik negara (BUMN) sebesar 69%, dan swasta/lainnya sebesar 11,9%.
Baca Juga
Saat ditemui Bisnis belum lama ini, Direktur Keuangan Adhi Karya Entus Asnawi M. mengatakan melihat realisasi kontrak baru yang dibukukan perseroan maka pihaknya merevisi target akhir tahun. Perlambatan raihan kontrak baru ini disebabkan proses tender dan pembangunan proyek banyak yang mundur.
Revisi Target Kontrak
Pada awalnya, ADHI menargetkan kontrak baru senilai Rp30 triliun sepanjang tahun ini.
"Ada revisi sedikit lah di perolehan kontrak karena proyek-proyek pada mundur. Kemudian dari target perolehan itu jadi turun, tetapi kan masih ada sisa carry over. Secara tahunan mudah-mudahan pendapatan masih ada pertumbuhan pada akhir tahun," ujarnya.
Entus melanjutkan, pihaknya juga berharap kas operasional menjadi positif pada akhir tahun melalui pembayaran proyek-proyek yang telah dikerjakan perseroan. Kalaupun pada akhirnya masih negatif, diharapkan di bawah Rp1 triliun.
Per 30 September 2019, perseroan mencatatkan arus kas operasi negatif Rp3,08 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan arus kas operasi periode yang sama tahun lalu senilai Rp2,09 triliun.
Salah satu pembayaran yang diproyeksikan bisa masuk sebelum tahun berganti berasal dari proyek light rail transit (LRT). ADHI disebutkan telah mengajukan pembayaran senilai kurang lebih Rp1,2 triliun.
ADHI sebelumnya telah menerima empat kali pembayaran proyek LRT Jabodebek. Pertama, senilai Rp3,4 triliun untuk progres dari September 2015—September 2017. Kedua, senilai Rp2,5 triliun untuk progres Oktober 2017 hingga Juni 2018.
Ketiga, senilai Rp1,2 triliun untuk progres dari Juli 2018—September 2018 dan keempat pada bulan lalu senilai Rp1,4 triliun berdasarkan progres pekerjaan dari Oktober 2018 hingga Maret 2019. Dengan demikian, perseroan telah menerima pembayaran total sekitar Rp8,5 triliun dari proyek LRT.
Pembayaran LRT Jabodebek dilakukan oleh Pemerintah melalui PT KAI (Persero) berdasarkan hasil progres pekerjaan yang telah dievaluasi dan diperiksa oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).